Topik Populer :

Topik Populer

Topik Terbaru

Riwayat Imam Husein as

Imam Husein as  Cucu Rasulullah
Sebelum kita mengikuti lebih lanjut riwayat seorang sejarawan kaliber ini berkenaan dengan Imam Husein as, ada baiknya kita mengetahui biografinya meskipun secara sekilas.
Siapa Ibnu ‘Asâkir itu?
Ia dilahirkan pada tanggal 1 Muharram 499. Nama lengkapnya adalah Ali bin Al-Hasan bin Hibatullah bin Abdullah bin Al-Husein. Ia pindah ke Irak pada tahun 520 H. Pada tahun 521 H., ia mendapatkan taufik untuk melaksanakan haji ke Baitullah, dan kemudian pada tahun 529 H., pindah ke Khurâsân (Iran) dengan melalui negara Azerbeijân.
Jumlah gurunya, baik laki-laki maupun wanita adalah 1.716 orang. Ia banyak menulis buku dan orang yang tak tertandingi kedalaman ilmunya pada masanya.
Ia meninggal dunia pada malam Senin, tanggal 11 Rajab 571 H. Jenazahnya disalati oleh Al-Qutb An-Nisâbûrî dan dihadiri oleh raja yang berkuasa kala itu. Ia dikuburkan di samping sang ayah di Damaskus, Syiria.
Siapa Imam Husein as?
Nama : Al-Husein. 
Diriwayatkan bahwa ketika Al-Hasan lahir, Imam Ali as memberinya nama “Hamzah”, dan ketika Al-Husein lahir, beliau memberinya nama “Ja’far”.
Beliau bercerita, “Setelah itu, Rasulullah SAW memanggilku seraya bersabda, “Aku diperintahkan untuk merubah nama kedua putraku ini!” Kemudian beliau memberi mereka masing-masing nama “Hasan” dan “Husein”.
  • Al-Hasan dan Al-Husein adalah dua nama surga yang tidak pernah terdapat di zaman Jahiliah.

  • Nama Ayah : Amirul Mukminin Ali bin Abi Tâlib bin Abdil Muttalib bin Hâsyim bin Abdi Manâf bin Qusai Al-Qurasyi Al-Hâsyimî Al-Muttalibî At-Tâlibî as.

  • Nama Ibu : Fâtimah Az-Zahrâ`, putri Rasulullah SAW.

  • Tanggal Lahir : Bulan Sya’bân 4 H.

  • Menurut sebuah pendapat yang dapat lebih dipertanggungjawabkan bahwa beliau dilahirkan di akhir bulan Rabi’ul Awwal. Hal itu dikarenakan Imam Hasan as dilahirkan pada tanggal 15 Ramadân dan menurut kesepakatan Ahlul Bayt as, beliau dilahirkan setelah 6 bulan 10 hari dari kelahiran Imam Hasan as.

  • Tempat Lahir : Madinah Al-Muwarah.

  • Tanggal Syahadah : Hari Sabtu atau Jumat, 10 Muharram 61 H.

  • Tempat Syahadah : Karbalâ` (Nainawâ atau Al-Ghâdiriyah).

  • Umur : 56 tahun 9 bulan 10 hari.

Perlakuan dan Hadis Rasulullah SAW
Telah menjadi rahasia umum di kalangan sahabat bahwa Rasulullah SAW sangat mencintai kedua cucunya tersebut. Hal ini jelas tidak didasari oleh dorongan hawa nafsu belaka sebagaimana kebanyakan para kakek mencintai cucu-cucunya. Karena beliau adalah ma’sûm yang semua perilakunya didasari oleh bimbingan wahyu Ilahi.
Banyak sabda yang telah dinukil dari beliau berkenaan dengan sang cucu yang satu, di antaranya:
  1. "Husein adalah dariku dan aku adalah dari Husein, Allah mencintai orang yang mencintai Husein...”.
  2. Ketika Rasulullah SAW sedang melaksanakan sujud dalam salat, Hasan dan Husein as menaiki beliau. Beliau tidak mengangkat kepalanya dari sujud sehingga mereka turun sendiri. Setelah selesai melaksanakan salat, beliau memangku kedua cucu tercinta tersebut seraya bersabda, “Barangsiapa mencintaiku, maka cintailah kedua cucuku ini”.
  3. “Hasan dan Husein adalah dua buah hatiku di dunia ini”. 
  4. “Hasan dan Husein adalah penghulu para pemuda penghuni surga”.
  5. Pada suatu hari Rasulullah SAW keluar dari rumah A’isyah. Ketika melewati rumah Fâtimah as, beliau mendengar suara isak tangis Al-Husein as. Seketika itu juga beliau berkata kepada putri tercintanya, “Apakah engkau tidak tahu bahwa isak tangisnya membuatku tersiksa?”
  6.  Rasulullah SAW pernah berpesan kepada para istri beliau dengan sabda, “Jangan kalian membuat anak ini (Al-Husein) menangis”.
  7. “Barangsiapa mencintai keduanya (Al-Hasan dan Al-Husein), maka aku mencintainya, barangsiapa telah kucintai, maka Allah mencintainya, dan barangsiapa telah dicintai oleh Allah, niscaya Ia akan memasukkannya ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan. Barangsiapa membenci mereka atau berbuat zalim terhadap mereka, maka aku membencinya, barangsiapa telah kubenci, maka Allah membencinya, dan barangsiapa yang dibenci oleh Allah, niscaya Ia akan memasukkannya ke dalam neraka Jahannam dan baginya siksa yang kekal”. 

Imam Husein as dan Peristiwa Karbala`
Ketika Mu’âwiyah dijemput ajalnya pada tanggal 15 Rajab 60 dan mayoritas penduduk berbai’at kepada Yazîd, ia bersama Abdullah bin ‘Amr bin Uwais Al-‘Âmirî menulis surat kepada Al-Walîd bin ‘Utbah bin Abi Sufyân, Gubernur Madinah kala itu, supaya mengambil bai’at dari penduduk Quraisy, kususnya para pemuka mereka, dan orang pertama yang harus segera berbai’at adalah Imam Husein bin Ali as. Begitu surat itu sampai ke tangannya, pada waktu itu juga (pertengahan malam) Al-Walîd bin ‘Uqbah mengutus utusan kepada Imam Husein as. Beliau menolak tawaran untuk berbai’at lalu keluar pada malam itu juga dari Madinah menuju Makkah. Hal ini beliau lakukan karena kota Makkah bisa dibilang relatif aman dari krisis intern kala itu.
Tidak diragukan lagi bahwa menolak paksaan bai’at dan keluar dari kota Madinah dengan sembunyi-sembunyi tersebut sangat membuat pemerintah dan seluruh kroninya gusar dan merasa terancam. Oleh karena itu, mereka telah melakukan usaha teror terhadap Imam Husein as di Makkah ketika orang-orang sedang berdesakan melaksanakan ibadah haji. Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa Yazîd menebarkan orang-orang yang siap untuk menteror beliau meskipun beliau menggantungkan diri di tirai-tirai Ka’bah.
Imam Husein as telah mengetahui semua rencana teror itu, dan beliau tidak menginginkan terjadi pertumpahan darah di tanah Haram itu. Oleh karena itu, beliau mempersiapkan diri untuk keluar dari kota Makkah menuju Irak bersama dengan para anggota keluarga dan 60 orang dari penduduk Kûfah. Hal ini, jelas, tidak dikehendaki oleh para penguasa kala itu. Karena mereka tahu bahwa kota Kûfah adalah basis perjuangan para pengikut dan pencinta Ahlul Bayt as. Dengan demikian, mereka seharusnya memikirkan solusi atas tekad Imam as untuk keluar menuju Irak.
Banyak sekali para penduduk yang “menasehati” Imam Husein as untuk tidak keluar menuju Irak, baik kerabat atau orang jauh, tuda atau muda, lelaki atau wanita, teman atau musuh, dan sahabat atau tabi’î. Alasan mereka adalah satu. Yaitu, penduduk Irak adalah pengkhianat dan penipu, dan mereka telah berani membunuh ayah dan saudara beliau.
Abu Sa’îd Al-Khudrî berkata ketika menasehati beliau, “Wahai Abu Abdillah, aku perlu untuk menasehati kalian, karena aku mengkhawatirknan kalian. Aku mendengar berita bahwa Syi’ahmu di Kûfah telah menulis surat kepadamu supaya engkau berangkat ke Kûfah. Jangan pergi! Karena aku pernah mendengar ayahmu berkata ketika berada di Kûfah, “Demi Allah, aku telah lelah menghadapi mereka dan murka terhadap mereka, dan sebaliknya, mereka telah lelah menghadapiku dan murka terhadapku. Aku tidak pernah menemukan kesetiaan dari mereka...”. Demi Allah, mereka tidak memiliki keteguhan pendirian dan ketegaran menghadapi pedang”.
Imam as tidak memberikan jawaban atas nasehat Abu Sa’îd Al-Khudrî. Mungkin beliau masih menjaga perasaannya karena usianya yang sudah tua.
Abdullah bin ‘Ayyâsy bin Abi Rabî’ah, “Kemana engkau hendak pergi, wahai putra Fâthimah? Aku sungguh mengkhawatirkanmu. Sebenarnya engkau keluar menuju ke sebuah kaum yang telah rela membunuh ayah dan saudaramu...”.
Abu Wâqid Al-Laitsî berkata, “Aku mendengar Husein telah keluar (menuju Irak). Aku mengejarnya sehingga aku menjumpainya di Malal. Lalu kuminta supaya ia tidak keluar, karena ia keluar bukan pada waktunya keluar. Dengan demikian, ia akan membunuh dirinya sendirinya”. “Aku tak akan kembali!”, jawab beliau singkat.
Abu Bakar bin Abdurrahman bin Hisyâm berkata, “Hubungan keluargaku denganmu memaksaku untuk berbuat sesuatu terhadapmu. Akan tetapi, aku tidak tahu apa yang harus kunasehatkan kepadamu”.
Beliau menjawab, “Wahai Abu Bakar, engkau bukanlah orang yang hendak menipu dan tertuduh. Maka katakanlah!”
Ia melanjutkan, “Engkau telah mengetahui perbuatan penduduk Irak terhadap ayah dan saudaramu. Engkau ingin pergi kepada mereka, sedangkan mereka adalah hamba dunia. Orang yang telah berjanji untuk menolongmu akan tega memerangimu... Aku hanya ingin mengingatkanmu akan hal ini”.
Karena beliau merasa bahwa Abu Bakar bukanlah orang yang memiliki tujuan politis dalam hal ini, maka beliau menjawab nasehatnya dengan lemah lembut seraya berkata, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, wahai putra pamanku. Engkau telah mengeluarkan pendapatmu. Apa yang telah ditentukan oleh Allah, pasti akan terjadi”.
Dan banyak lagi sahabat dan tabi’în yang mengajukan alasan serupa dengan tujuan untuk mencegah Imam Husein as supaya mengurungkan niatnya pergi ke Irak. Akan tetapi, beliau tidak bergeming sedikitpun dari keputusan yang telah diambilnya, dan hanya menjawab setiap penanyanya, “Ini adalah surat dan bai’at mereka!”
Keputusan itu beliau ambil karena beliau melihat bahwa tidak ada jalan lain untuk menghidupkan kembali Islam yang telah dirubah total oleh Bani Umaiyah menjadi Islam ala Jahiliah kecuali dengan pengorbanan jiwa dan pengucuran darah yang tak berdosa. Dengan kucuran darah itu kita masih dapat menikmati Islam hingga sekarang. Darah itu bak air segar yang menjadi sumber kehidupan ajaran-ajaran Islam.
Mengapa beliau harus berangkat ke Irak? Mengapa beliau harus terbunuh di Karbalâ? Mengapa beliau harus terbunuh? Dan mengapa ... mengapa ...?
Hal ini adalah rahasia Ilahi yang telah ditetapkan di alam sana. Banyak hadis-hadis yang telah meramalkan peristiwa itu, diantaranya : 

Imam Ali as bercerita, “Aku pernah bertamu ke rumah Rasulullah SAW dan kulihat mata beliau berlinang air mata. Aku bertanya, “Wahai Nabi Allah, apakah ada orang yang memurkakan Anda? Apa yang sedang menimpa Anda sehingga mata Anda berlinang air mata?” Beliau menjawab, “Baru saja Jibril datang kepadaku dan ia memberikan kabar kepadaku bahwa Al-Husein akan terbunuh di tepi sungai Eufrat”.
Pada suatu hari Rasulullah SAW sedang berada di rumah Ummi Salamah. Jibril as turun dari langit. Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Jangan kau izinkan siapapun masuk!” Tidak lama kemudian Al-Husein yang masih kecil datang merengek-rengek untuk menemui kakeknya. Ummi Salamah mencegahnya seraya menggendongnya supaya reda tangisannya. Ketika melihat tangisannya semakin keras, ia akhirnya melepaskannya masuk. Lalu ia masuk dan langsung duduk di pangkuan Rasulullah SAW. 

Seketika itu juga Jibril as berkata kepada Nabi SAW, “Sesungguhunya umatmu akan membunuh putramu ini”. Rasulullah SAW keluar dari kamar sambil menggendong Al-Husein as dengan hati yang sedih. Beliau langsung menuju menemui para sahabat yang kala itu sedang duduk santai. Beliau bersabda kepada mereka, 

“Sesungguhnya umatku akan membunuh anak ini!” Di antara mereka juga terdapat Abu Bakar dan Umar.
Ketika Imam Ali as sampai di Nainawâ dalam perjalannya menuju Shiffîn, beliau langsung berseru, “Sabarlah, wahai Abu Abdillah! Sabarlah, wahai Abu Abdillah! Tepi sungai Eufrat!” Perawi bertanya, “Siapakah Abu Abdillah itu?” Beliau menjawab, “Suatu hari aku bertamu kepada Rasulullah SAW dan kulihat mata beliau berlinangan air mata ... Beliau bersabda, “Baru saja Jibril as pergi dari sini. Ia memberitahukan kepadaku bahwa Al-Husein akan dibantai di tepi sungai Eufrat”.
Karbalâ, Kesedihan dan Bencana
Nama “Karbalâ” tidak pernah didengar oleh penduduk Arab sebelumnya. Kata ini mereka dengar dari mulut Rasulullah SAW untuk pertama kalinya sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Sa’îd bin Jahmân. Ia berkata, “Malaikat Jibril as pernah datang menjumpai Rasulullah SAW dengan membawa tanah dari sebuah desa tempat pembantaian Al-Husein as yang disebut “Karbalâ”. Seketika itu juga beliau bersabda, “Karbun wa balâ`! (Tanah duka dan bencana)”.
Di tanah inilah cucu tercinta Rasulullah SAWW dibantai bersama sekitar 70-an orang pengikutnya. Mereka rela mengorbankan jiwa dan raga demi menjaga Islam dari kebinasaan. Sekarang, apakah kita siap untuk meneruskan perjuangan mereka? Silakan Anda memilih!
Makalah ini adalah cuplikan dari buku Al-Husein, Simâtuhu wa Sîratuh, karya Sayid Muhammad Ridhâ Al-Huseinî Al-Jalâlî yang memuat ringkasan biografi Imam Husein as berdasarkan riwayat Ibnu ‘Asâkir, 

penerbit Dârul Ma’rûf, Qom. Al-Husein, Simâtuhu wa Sîratuh, hal. 9, dinukil dari Siyar A’lâmin Nubalâ`, hal. 554-571.

Riwayat Abu Yazid Thaifur bin Isa Syurusyan al-Bisthami

Riwayat Para Sufi
Riwayat hidup Abu Yazid Thaifur bin Isa bin Syurusyan al-Bisthami
Abu Yazid Thaifur bin Isa bin Syurusyan al-Bisthami termasuk Sufi yang masyhur, tetapi pendapat-pendapatnya sering kontroversial, sehingga banyak orang yang mengecamnya.

Dialah tokoh paling unik dalam jagat mistik Islam. Kehidupannya banyak diliputi keistimewaan bak dongeng. Ia hidup sezaman dengan sufi besar Al-Hallaj di abad ke-9 Mesehi atau ke-3 Hijriyah. Meskipun pendapatnya sering kontroversial, sehingga memancing banyak kecaman, ia adalah salah seorang tokoh yang menjadi tonggak sejarah tasawuf dalam Islam. dialah Abu Yazid Al-Bisthami, sufi penemu istilah-istilah tasawuf yang disebut Ittihad (bersatunya pribadi dengan Allah), Fana (leburnya pribadi dengan Allah), Baqa (keabadian sifat-sifat Allah dalam Pribadi).

Dilahirkan dengan nama Abu Yazid Thaifur bin Isa bin Syurusyan al-Bisthami di Desa Bustham, persia (Iran) sebelah timur laut. Di sana pula ia wafat pada tahun 261 H / 874 M atau 264 H / 877 M. Tanggal dan bulan kelahirannya tidak ada yang mencatat, sebab perjalanan riwayat hidupnya memang sangat sulit dilacak. Yang ada hanyalah beberapa catatan klasik yang terserak-serak. Diantaranya dalam kitab Tadzkirul Awliya karya Fariduddin Aththar, dan Kasyful Mahjub karya Al-Hujwiri. Tetapi justru sedikitnya catatan itu malah menjadikannya sebagai tokoh legendaris.

Ia adalah pioner aliran ekstatik (mabuk) dalam sufisme. Ia dikenal karena keberaniannya dalam mengekspresikan peleburan mistik menyeluruh kepada ketuhanan. Ia sangat sangat mempengaruhi imajinasi para sufi yang hidup sesudah masanya.

Seperti ulama atau sufi lainnya, sejak kacil Yasid sangat tekun mendalami ilmu agama. Dukungan moral ibunya mendorong motivasi Abu Yazid untuk menuntut ilmu lebih tinggi. Ada cerita menarik tentang masa kanak-kanaknya, sang Ibu pernah bercerita, “Ketika ia masih dalam kandungan, aku sering menyuap makanan yang aku ragukan halalnya. Ketika itulah Yazid yang masih dalam kandungan memberontak sebelum aku muntahkan makanan haram itu.” Ibunya memang seorang muslim yang shalihah.

Mengenai sang Ibu yang sangat ia hormati itu, Abu Yazid pernah berkata ”Kewajiban yang kukira paling sepele di antara kewajiban lainnya, ternyata merupakan kewajiban yang paling utama, yaitu berbakti kepada Ibu. Dalam berbakti kepada Ibu itulah, kuperoleh yang segala kucari, segala sesuatu yang bisa kupahami lewat tindakan disiplin dan pengabdian kepada Allah.” Ayahnya juga seorang muslim yang saleh, sementara kakeknya penganut Zoroaster (paham yang mengajarkan menyembah Dewa Api) yang belakangan memeluk Islam.

Suatu malam, ibu memintaku untuk mengambilkan air minum, aku bergegas mengambilkan air minum untuk beliau. Namun ta ada air di teko, kemudiaan aku ambil kendi, tapi kendi itu juga kosong. Maka aku pergi kesungai untuk mengisi kendi dengan air. Ketika aku kembali ke rumah, ibuku ternyata telah tertidur kembali.”

Malam itu udara sangat dingin. Aku memegang teko dengan tanganku. Ketika ibu terbangun, ia pun minum dan mendoakanku. Lalu ia melihat bahwa teko itu membuat tanganku membeku karena kedinginan.

“Mengapa tidak engkau letakkan saja teko itu?” tanya ibuku.

“Aku takut kalau ibu terbangun, aku tidak di sisi ibu,” jawabku.

“Biarkan pintu setengah terbuka,” kata ibuku kemudian.

Sepanjang malam aku terjaga untuk memastikan bahwa pintu kamar ibuku setengah terbuka, karena aku tidak boleh mengabaikan perintahnya.

Suatu hari, di sekolah, gurunya menjelaskan makna salah satu ayat di Sura Luqman: “Bersyukurlah kepada-Ku, dan kepada kedua orang tuamu” Ayat ini sangat menggetarkan hati Abu Yazid.

Guru,” katanya seraya meletakkan buku catatannya, “Izinkahlah aku pulang dan mengatakan sesuatu pada ibuku.” Gurunya mengizinkan Abu Yazid pulang untuk menemui Ibunya.

“Ada apa Thaifur,” pekik ibunya. “Mengapa engkau pulang? Apa mereka memberimu hadiah, atau ada acara khusus?”

“Tidak,” jawab Abu Yazid. “Pelajaranku telah sampai pada ayat dimana Allah memerintahkan aku untuk mengabdi kepada-Nya dan kepada ibu. Aku tidak akan sanggup melaksanakan keduanya sekaligus. Ayat ini menggetarkan hatiku. Hanya ada dua pilihan: Ibu memintaku dari Allah agar aku dapat menjadi milik ibu sepenuhnya, atau ibu menyerahkanku kepada Allah agar aku dapat sepebuhnya bersama-Nya.”

“Anakku, aku serahkan dirimu kepada Allah, dan membebaskanmu dari kewajibanmu kepadaku,” kata ibunya. “Pergilah dan jadilah milik Allah.”

Abu Yazid yang tidak jemu-jemunya menuntut ilmu, tak pernah pandang siapa gurunya, konon, ia berguru kepada sekitar 113 orang  sebagian baesar guru spritual. Sebelum mempelajari ilmu tasawuf, ia belajar fikih madzhab Hanafi. Diantara guru yang paling utama adalah Abu Ali Sindi, yang memang banyak mempengaruhi ajaran-ajaran tasawufnya di belakang hari.

Di antara mereka ada yang dijuluki As-Shadiq. Abi Yazid sedang duduk ketika gurunya itu tiba-tiba berkata, “Abu Yazid, ambilkan aku kitab dari jendela itu.”

“Jendela, jendela yang mana?” Tanya Abu Yazid. Gurunya balik bertanya,

“Selama ini engkau selalu datang ke sini, dan engkau tidak pernah melihat jendela itu?”

“Tidak pernah,” jawab Abu Yazid. “Apa urusanku dengan jendela? Ketika aku berada dihadapanmu, aku menutup mataku dari hal-hal lain. Aku datang kepadamu bukan untuk melihat-lihat.”

“Kalau begitu,” kata sang guru, “Pulanglah ke Bistham, usahamu telah sempurna.”

Gagasan Tasawwuf Kontroversial
Tetapi gagasan-gagasan tasawufnya yang kontroversial sering membuat orang mengecamnya.

Misalnya pendapatnya mengenai keadaan “mabuk” dalam rangka mencintai Allah – acapkali menimbulkan salah pengertian. Jangan salah paham, yang dimaksud dengan “Mabuk” bukanlah mabuk kerena kebanyakan minum Khamer (minuman keras), melainkan keadaan mental ketika Abu Yazid sedang mengalami ekstasi yang ia sebut Fana alias “Lebur” (dengan Allah). Dalam keadaan seperti itu bicaranya terkadang tidak logis, sehingga bisa menimbulkan salah paham.

Dialah pula sufi pertama yang memperkenalkan istilah tasawuf yang disebut Fana, Baqa, Ittihad. Ajaran tasawufnya yang mengajarkan ketiga hal tersebut belum ada dalam pendangan para sufi sebelumnya. Cara pandangnya sangat berbeda dengan sufi lain, misalnya Junaid al-Bagdadi. Itu sebabnya banyak kritik terhadap ajaran tasawuf Abu Yazid. Kritik keras diantaranya datang dari sufi besar at-Taftazani, yang mengatakan bahwa Abu Yazid terlalu berlebih-lebihan dalam menyatakan Syatahat, ekspresi yang dianggap aneh pada saat mengalami Fana. Misalnya kalimat

“Anallah” (akulah Tuhan) yang di ucapkan berkali-kali.

Ajaran tentang Fana, Baqa, dan Ittihad, merupakan tiga aspek dari pengalaman spritual yang terjadi setelah tingkat tertinggi yang dicapai oleh seorang sufi, yaitu Makrifat (mengenal Allah). Yang dimaksud dengan Fana ialah lenyapnya kesadaran tentang alam, termasuk tentang diri sendiri. Kemanapun ia menghadap, yang ada di mata hatinya hanyalah Allah. Hanya yang berada dalam kesadaran. Selain Allah lenyap dari kesadaran. Karena Fana itulah, terjadilah Baqa, kesadaran tentang selain Allah Fana atau sirna, lenyap, tetapi kesadaran tentang Allah menjadi Baqa alias abadi, terus berlangsung. Sedangkan Ittihad ialah keadaan ketika seorang sufi tenggelam dalam lautan sifat-sifat ketuhanan.

Meski begitu ajaran tasawufnya sangat memperhatikan syariat dan keteladanan Rasulullah SAW. Hal itu tampak misalnya ketika ia menyampaikan salah satu nasehatnya. “Kalau engkau lihat seseorang sanggup melakukan pekerjaan keramat seperti duduk bersila di udara, janganlah terpedaya olehnya. Perhatikan apakah ia melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan menjaga batas-batas syariat.”

Dengarkan pula komentarnya ketika ia menyaksikan orang yang meludah ke arah kiblat di masjid (yang berarti melanggar sunah Rasul), padahal ia dikenal sebagai Zahid, yaitu orang yang lebih mementingkan kehidupan akherat. Katanya, “Orang itu tidak menjaga satu adab dari adab-adab Rasulullah. Kalau ia berbuat seperti itu, bagaimana dakwahnya dapat dipercaya?” Abu Yazid memang mengutamakan akhlak, yang niscaya sangat berpengaruh terhadap kehidupan rohaniah seseorang.

Ketika ia ditanya oleh seseorang, “Apa yang terbaik bagi manusia dalam kehidupan ini?”

“Watak qana’ah,” jawabnya.
“Kalau itu tidak ada?”
“Tubuh yang kuat.”
“Dan kalau itupun tidak ada?”
“Telinga yang penuh perhatian.”
“Dan tanpa itu?”
“Hati yang mengetahui.”
“Dan tanpa itu?”
“Mata yang melihat.”
“Dan tanpa itu?”
“Kematian mendadak.”

Abu Yazid membutuhkan waktu 12 tahun penuh untuk tiba di Mekkah. Itu karena di setiap tempat ibadah yang ia lalui, ia selalu membentangkan sajadahnya untuk mendirikan shalat sunnah dua rakaat.

Akhirnya ia sampai di Ka’bah. Tapi tahun itu ia tidak pergi ke Madinah. “Tidaklah pantas menjadikan kunjungan ke Madinah sebagai sekedar bagian dari kunjunganku kali ini,” ia menjelaskan. “Aku akan mengenakan pakaian haji tersendiri, bukan yang kupakai saat ini, untuk kunjunganku ke Madinah.”

Tahun berikutnya ia kembali mengenakan pakaian haji tersendiri. Di suatu kota ia berpapasan dengan sekelompok besar orang yang kemudian menjadi muridnya. Ketika ia pergi, orang-orang itu mengikutinya.

“Siapa mereka,” tanyanya sambil menengok kebelakang.

Terdengar jawaban, “Mereka ingin menemanimu.”

“Ya Allah,” pekik Abu Yazid. “Aku mohon pada-Mu, jangan jadikan aku selubung antara para hamba-Mu dan diri-Mu.”

Lalu, dengan tujuan menghapus kecintaan orang-orang itu padanya dan agar dirinya tidak menjadi penghalang di jalan mereka menuju Allah. Setelah shalat subuh, Abu Yazid memandang mereka dan berkata. “Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tiada Tuhan selain aku, maka sembahlah aku.”

“Dia sudah gila,” pekik orang-orang itu, dan mereka pun pergi meninggalkan Abu Yazid.Abu Yazid meneruskan perjalanan, dan ia menemukan tendkorak yang bertuliskan: “Tuli, Bisu, dan Buta, maka mereka tidak mengerti.”

Ia memungut tengkorak itu, sanmbil menangis ia menciuminya. “Tampaknya ini kepala seseorang yang dibinasakan Allah, karena ia tidak memiliki telinga untuk mendengar suara abadi, tidak memiliki mata untuk melihat keindahan abadi, tidak memiliki lidah untuk mengagungkan kebesaran Allah, tidak memiliki akal untuk memahami sedikit saja pengetahuan hakekat Allah. Ayat ini berbicara tentangnya.”

Suatu kali Abu Yazid bepergian dengan membawa seekor unta. Ia menaruh pelana dan perbekalannya di punggung unta itu.

 “Unta kecil yang malang, sungguh berat beban yang dibawanya,” pekik seseorang, “Sungguh kejam.”

Mendengar orang itu berkata demikian terus-menerus, Abu Yazid akhirnya menjawab, “Anak muda, bukan unta kecil ini yang membawa beban.”

Anak muda itu melihat punggung unta Abu Yazid. Ia melihat bahwa perbekalan Abu Yazid melayang di atas punggung unta itu, dan unta itu tidak terbebani sedikit pun.

“Kemuliaan atas Allah, sungguh menakjubkan!” teriak anak muda itu.

“Jika aku menyembunyikan kebenaran tentang diriku, engkau mencela,” kata Abu Yazid. “Namun jika aku memperlihatkannya, engkau tidak mampu memikulnya, lantas aku harus bagaimana?”

Mi’rajnya Abu Yazid
Ia mengisahkan tentang Mi’rajnya sebagai berikut:

Aku memandang Allah dengan mata keyakinan setelah Dia mengangkatku ke derajat kemerdekaan dari semua makhluk dan Dia memberikan pencerahan kepadaku dengan cahaya-Nya, menyingkapkan rahasia-rahasia-Nya yang menakjubkan dan memanifestasikan kebesaran ke-Dia-an-Nya. Aku memandang diriku sendiri, dan merenungkan dalam-dalam rahasia-rahasia dan sifat-sifatku. Cahayaku adalah kegelapan di sisi cahaya-Nya. Kebesaranku menyusut menjadi keburukan di sisi kebesaran-Nya. Kemuliayaanku hanyalah kesombongan disisi kemuliaan-Nya. Milik-Nya lah segala kesucian, dan milikku lah segala kekotoran.

Saat aku memandang lagi, aku melihat keberadaanku berasal dari cahaya-Nya. Aku sadar bahwa kebesaran dan kemuliaanku berasal dari kebesaran dan kemuliaan-Nya. Apa saja yang aku lakukan, aku lakukan dengan kemampuan yang berasal dari kemahakuasaan-Nya. Apapun yang dilihat oleh mata tubuh fisikku, dilihat melalui-Nya. Aku memandang dengan mata keadilan dan realitas. Semua ibadahku merupakan karunia-Nya, bukan dariku, namun aku menyangka bahwa akulah yang menyembah-Nya

Aku merenung, “ Ya Allah, apa ini?”

Dia berkata, “Aku, dan bukan selain-Ku.”

Lalu Dia menjahit mataku, agar tidak menjadi alat untuk melihat, agar aku tidak melihat. Kemudian Dia mengajarkan pokok permasalahan, yakni ke-Dia-an-Nya pada pandangan mataku. Dia mencerabut aku dari keberadaanku, dan membuatku abadi melalui keabadian-Nya. Dia menyingkapkan ke-Esa-an-Nya, tak terdesak oleh keberadaanku.

Di sana aku terdiam sejenak, aku menemukan ketenangan. Aku menutup telinga penentangan, aku menarik lidah hasrat ke dalam tenggorok kekecewaan. Aku mengabaikan pengetahuan yang dipelajari, dan mengenyahkan campur tangan jiwa yang mengajak kepada keburukan. Aku tetap diam sejenak, tanpa alat dan perantara apapun, dan dengan tangan kesucian-Nya aku menyapu bid’ah dari jalan-jalan akar prinsip-prinsip.

Allah mengasihiku, Dia menganugrahiku pengetahuan hakiki, dan memasang lidah kebaikan-Nya kedalam tenggorokanku. Dia menciptakan mataku dari cahaya-Nya, maka aku melihat semua makhluk melalui-Nya. Dengan lidah kebaikan-Nya aku berkomunikasi dengan-Nya, dari pengetahuan-Nya aku memperoleh pengetahuan, dan dengan cahaya-Nya aku memandang-Nya.

Dia berkata, “Wahai engkau yang semua tanpa semua maupun dengan semua, tanpa kelengkapan maupun dengan kelengkapan!”

Aku berkata, “Ya Allah, jangan biarkan aku terpedaya oleh hal ini, jangan biarkan aku berpuas diri dengan keberadaanku, tidak merindukan-Mu. Lebih baik Engkau menjadi milikku tanpaku, daripada aku menjadi milikku sendiri tanpa-Mu. Lebih baik aku berbicara pada-Mu melalui-Mu, daripada aku berbicara pada diriku sendiri tanpa-Mu.”

Aku berkata, “Aku telah menyatakan keimananku dan hatiku percaya dengan teguh.”Dia memberi pencerahan padaku, dan menghantarkanku keluar dari kegelapan jiwa jasmani dan pelanggaran-pelanggaran watak badaniah. Aku sadar bahwa melalui-Nya lah aku hidup, dank arena karunia-Nya aku dapat menghamparkan permadani kebahagiaan dalam hatiku.

Aku mengatakan, “Aku menginginkan-Mu, karena Engkau lebih baik daripada karunia, lebih besar daripada kedermawanan, dan melalui-Mu aku telah menemukan kepuasan dalam diri-Mu. Jkarena Engkau milikku, aku telah menggulung lembaran karunia dan kedermawanan. Jangan cegah aku dari-Mu, dan jangan tawarkan aku apa yang rendah di hadapan-Mu.”

Melihat kelemahan dan kebodohanku, Dia memperkuatku dengan kekuatan-Nya dan menghiasiku dengan perhiasan-Nya.

Dia menyematkan mahkota kemurahan hati di kepalaku, dan membukakan pintu istana ke-Esa-an bagiku. Ketika Dia melihat bahwa sifat-sifatku menjadi hampa di hadapan-Nya, Dia menganugerahiku sebuah nama dari kehadiran-Nya, dan memanggilku dengan ke-Esa-an-Nya.

Lalu Dia membuatku merasakan tikaman kecemburuan dan membangkitkanku lagi. Aku bangkit dalam kesucian dari tungku ujian. Dia berkehendak untuk menunjukkan bahwa bila tanpa kasih saying-Nya, semua makhluk ini tidak akan pernah menemukan ketenangan, dan bahwa bila tidak karena cinta-Nya, niscaya kemahakuasaan-Nya dapat menimbulkan kerusakan pada segala hal.

Aku menncari dalam padang belantara yang luas, tak ada permainan yang aku lihat yang lebih baik daripada kefakiran yang amat sangat, tak ada sesuatu yang aku ketahui yang lebih baik daripada ketidakmampuan absolut. Tak ada lampu yang aku lihat lebih terang daripada diam, dan tak ada kata-kata yang aku dengar yang lebih baik daripada kebungkaman. Aku menjadi penghuni istana kesunyian, aku mengenakan pakaian ketabahan, hingga segala persoalan mencapai inti mereka.

Dia membuka celah kelegaan dalam dadaku yang kelam, dan memberiku lidah kebebasan dan penyatuan. Maka kini aki memiliki lidah, hati dan mata karya Ilahi.

Dengan pertolongan-Nya aku bicara, dengan kekuatan-Nya aku menggenggam.

Lidahku adalah lidah penyatuan, jiwaku adalah jiwa pembebasan. Bukanlah dariku aku bicara, aku hanya penyampai belaka, juga bukan melaluiku aku bicara, aku hanya pengingat belaka. Dia menggerakkan lidahku sesuai dengan kehendak-Nya. Aku tiada lain hanya penerjemah belaka. Kenyataannya, Dialah yang berbicara, bukan aku.

“Aku tidak ingin melihat makhluk-Mu, namun jika Engkau berkehendak untuk menghadirkanku dihadapan para makhluk-Mu, aku tidak akan menentang-Mu, letakkan aku dalam ke-Esa-an-Mu, sehingga ketika makhluk-makhluk-Mu melihatku dan memandang karya-Mu, mereka akan melihat yang mencipta, dan aku tidak berada disana sama sekali”

Dia mengabulkan permohonanku, dan menyemaikan mahkota kemurahan hati dikepalaku, dan membuatku melampaui maqam watak badaniahku.

Ia juga mengisahkan: ketika aku mencapai penyatuan, adan itulah saat pertama kali aku merasakan yang Esa, selama bertahun-tahun aku berlari dalam lembah itu dengan kaki pemahaman, hingga aku menjadi seekor burung yang tubuhnya adalah ketunggalan, yang sayapnya adalah.keabadian, aku terus terbang ke cakrawala ke-tanpasyarat-an. Saat aku telah lenyap dari segala yang diciptakan.

“Ya Allah, apapun yang telah aku lihat, segalanya aku.tiada jalan bagiku menuju-Mu, selama masih ada “aku” yang tersisa, tak ada pelampauan kedirianku bagiku. Apa yang harus aku lakukan?”

“Untuk menghilangkan ke-Aku-anmu, ikutilah kekasih-Ku, Muhammad saw, urapi matamu dengan debu kakinya, dan teruslah mengikutinya.”

Yahya bin Mu’adz mengatakan dalam suratnya kepada Abu Yazid, “Apa pendapatmu tentang seorang yang telah meminum segelas anggur, dan menjadi mabuk dari sartu keabadian ke keabadian lannya?”

Abu Yazid membalas suratnya, “Aku tidak tahu tentang hal itu, yang kutahu, ini adalah seorang yang seharian penuh, siang dan malam, menguras seluruh lautan dari satu keabadian ke keabadian lainnya dan meminta lagi.”

Yahya bin mu’adz menulis lagi, “Aku punya satu rahasia. Surga adalah tempat pertemuan kita, di sana, di bawah naungan pohon Tuba, aku akan memberitahukannya kepadamu.”

Bersama dengan suratnya, Yahya juga mengirimkan sepotong roti yang bertuliskan: |Seorang guru spiritual harus mengambil manfaat roti ini, karena adonannya aku campur dengan air zamzam.”

Dalam surat balasannya, Abu yazid berkata, “Mengenai tempat pertemuan yang engkau sebutkan, dengan perhatian-Nya padaku, bahkan sekarang aku tengah menikmati surga dan naungan pohon Tuba. Sedangkan mengenai rotimu, aku tidak dapat memakannya, engkau telah mengatakan dengan air apa engkau mengadoninya, namun engkau tidak mengatakan benih apa yang engkau taburkan.”

Akhirnya Yahya memendam kerinduan yang amat sangat untuk bertemu dengan Abu Yazid. Lalu ia datang berkunjung dan tiba pada waktu salat malam (magrib dan isya’).

“Aku tidak boleh mengganggu sang syekh,” kata Yahya dalam hati. “Namun aku juga tidak dapat menahan kerinduanku hingga pagi. Kemudian aku melanjutkan perjalananku menuju padang pasir dimana Abu yazid berada, sebagaimana dikatakan orang-orang kepadaku. Aku melihat sang syekh mendirikan shalat malam, kemudian hingga keesokan harinya ia berdiri di ujung jari-jari kakinya. Aku berdiri mematung diliputi rasa kagum, dan sepanjang malam aku mendengar ia sibuk berdoa. Saat fajar tiba, ia berujar, “Aku berlindung pada-Mu dari meinta maqam ini kepada-Mu.”

Lalu Yahya memulihkan dirinya dari kekagumannya, dan memberi salam kepada Abu Yazid, kemudian bertanya tentang apa yang telah terjadi padanya semalam.

“Lebih dari 20 maqam disebutkan satu persatu kepadaku,” jawab Abu yazid. “Namun aku tidak menginginkan satu pun, karena semua maqam itu adalah maqam penghijaban.”

“Wahai syekh, mengapa anda tidak meminta makrifat kepada Allah, karena Dia adalah raja dari segala raja dan telah berfirman, “Mintalah apa saja yang kalian kehendaki?”

“Diamlah,” tujas Abu Yazid. “Aku cemburu kepada diriku sendiri karena mengenal-Nya, sebab aku ingin tidak seorangpun mengenal-Nya kecuali Dia. Dimana pengetahuan-Nya, apa urusanku, sehingga aku harus campur tangan? Wahai Yahya, sudah merupakan kehendak-Nya bahwa hanya Dia, dan tidak selain-Nya, yang mampu mengenal-Nya.”

“Demi keagungan Allah,” tutur Yahya, “Berilah aku sedikit saja karunia yang engkau dapatkan semalam.”

Abu Yazid mengatakan, “Jika engkau diberi keterpilihan Adam, kekudusan Jibril, persahabatan Ibrahim, kerinduan Musa, kesucian Isa, dan cintanya Rasulullah Muhammad saw, niscaya engkau mesih belum puas juga. Engkau akan terus mencari lebih, melampaui segala hal. Tetapkan pandanganmu ke atas, dan jangan pernah turun, karena apapun yang engkau turun kepadanya, dengannyalah engkau terhijabi.”
***
    Diriwayatkan, ada seorang Asket yang merupakan seorang wali besar Kota Bistham. Ia memiliki banyak murid dan pengagum, namun ia mesih selalu menghadiri majelis Abu Yazid. Ia menyimak semua perkataan

Abu Yazid, dan duduk bersama para murid Abu Yazid.

Suatu hari ia berkata kepada Abu Yazid, “Wahai syekh, hari ini telah genap 30 tahun aku berpuasa. Di malam hari aku berpuasa dan mendirikan shalat malam, jadi aku tidak pernah tidur sama sekali. Namun tetap saja aku tidak menemukan dalam diriku jejak pengetahuan yang engkau miliki. Aku meyakini pengetahuan ini, dan aku mencintai pengajaran ini.”

Abu Yazid berkata, seandainya selama 300 tahun engkau berpuasa di siang hari dan shalat di malam hari, niscaya engkau tetap tidak akan pernah memahami walau hanya secuil dari pengetahuan ini.”

“Mengapa,” tanya si murid Abu Yazid itu.

“Karena engkau terhijab oleh dirimu sendiri,” jawab Abu Yazid.

“Lalu apa obatnya?” Tanya lelaki itu.

“Engkau takkan pernah menerimanya,” jawab Abu Yazid.

“Aku akan menerimanya,” tukas lelaki itu. “Katakanlah padaku, agar aku dapat melakukan apa yang engkau resepkan.”

“Baiklah,” kata Abu Yazid. “Saat ini juga, pergi dan cukurlah janggut serta rambutmu. Tanggalkanlah pakaian yang engkau kenakan kini, dan pakailah celana wol sebatas pinggangmu, gantungkan sekantong kacang di lehermu, kemudian pergilah ke pasar. Kumpulkanlah anak-anak sebanyak yang engkau mampu, katakana pada mereka, “Aku akan memberikan kacang kepada siapa saja yang mau menamparku,” lalu pergilah ke seluruh penjuru kota dan lakukanlah hal yang sama, terutama pergilah ke tempat-tempat dimana orang-orang mengenalmu. Itulah obat bagimu.”

Kemuliaan atas Allah !, tiada Tuhan selain Allah!” pekik  lelaki itu mendengar penjelasan Abu Yazid.

“Jika seorang kafir mengucapkan kata-kata itu, maka ia menjadi seorang muslim,” tukas Abu Yazid. “Namun dengan mengucapkan kata-kata yang sama, engkau telah menjadi seorang polities.”

“Bagaimana bisa begitu?” tanya lelaki itu.

“Karena engkau menganggap dirimu terlalu besar untuk melakukan apa yang telah aku katakana,” jawab Abu Yazid. “Maka dengan begitu engkau telah menjadi seorang polities. Engkau menggunakan kalimat tadi untuk mengungkapkan kebesaran dirimu, bukan untuk memuliakan Allah.”

“Aku tak dapat melakukannya,” protes lelaki itu, “Berilah aku petunjuk yang lain.”

“Obatnya adalah apa yang telah aku katakana,” tukas Abu Yazid.

Aku tak dapat melakukannya,” kata lelaki itu.

“Bukanlah telah aku katakana bahwa engkau tidak akan mau melakukannya, bahwa engkau tidak akan pernah mematuhiku,” tutur Abu Yazid.

Selama lima tahun aku menjadi cermin bagi diriku sendiri, dan aku menggosok cermin itu dengan ibadah dan kepatuhan mutlak kepada Allah. Setelah itu, aku memandang cerminku sendiri selama satu tahun, aku melihat sebuah “korset kafir”  angan-angan, main-main dan egoisme, mengikat pinggangku, karena aku mengandalkan ibadah dan kepatuhanku sendiri serta puas dengan perilakuku sendiri.

Selama lima tahun berikutnya, aku bekerja keras hingga korset itu menghilang dan aku menjadi seorang muslim sekali lagi. Aku memandang semua makhluk, dan melihat mereka semua mati. Aku bertakbir empat kali untuk mereka, dan kembali dari upacara penguburan mereka tanpa berdesakan dengan makhluk-makhluk Allah. Dengan pertolongan Allah, aku mencapai-Nya.

Setiap kali Abu Yazid tiba di pintu sebuah masjid, ia akan berdiri sejenak dan menangis.




“Mengapa engkau melakukan ha “Aku merasa diriku bagai seorang wanita yang tengah haid, yang malu untuk memasuki masjid dan takut mengotorinya.” Jawabnya.

Pir Umar mengisahkan bahwa ketika Abu Yazid hendak mengasingkan diri untuk beribadah, ia akan masuk kerumahnya dan menutup rapat-rapat semua celah yang ada. “Aku takut ada suara-suara atau kebisingan yang akan menggangguku.” Katanya.

Tentu saja perkataannya itu hanya dalih. Isa al-Bisthami mengisahkan, “Aku bergaul dengannya selama 13 tahun dan aku tidak pernah mendengar mengucapkan satu patah katapun. Ia meletakkan kepala di atas lututnya, begitulah kebiasaannya, sesekali ia mengangkat kepalanya, mendesah, lalu kembali beribadah.”

Sahlagi juga mengisahkan bahwa memang begituylah kebiasaan Abu Yazid saat ia tengah berada dalam keadaan “menyusut” sebaliknya, di hari-hari ia tengah berada dalam keadaan “mengembang”, setiap orang merasakan manfaat yang besar dari nasehatnya.

Suatu ketika,  saat ia mengasingkan diri, ia berkata, “Kemuliaan atasku, betapa besar martabatku”. Ketika ia kembali menjadi dirinya sendiri, para muridnya memberitahukan bahwa ia telah berkata demikian. Ia menjawab, “Allah adalah musuhmu, dan Abu Yazid juga musuhmu. Jika aku berbicara seperti itu lagi, potonglah-potonglah tubuhku,” kemudiaa ia memberi setiap muridnya sebilah pisau seraya berkata, “Jika kata-kata itu meluncur dari mulutku lagi, bunuhlah aku dengan pisau ini.”

Ternyata perkataan itu meluncur lagi dari mulut Abu Yazid. Seluruh ruangan terasa sesak dipenuhi oleh Abu Yazid (yang membesar). Agar tidak terhimpit, para sahabatnya menarik keluar batu bata dari dinding, dan masing-masing menusuknya dengan pisau. Pisau-pisau itu menusuk tubuh Abu Tazid seperti menusuk air, tak satupun tusukan yang dapat melukainya. Setelah beberapa saat, bentuk Abu Yazid kembali seperti semula, kemudian menyusut, hingga ia tampak seperti burung pipit, duduk di mihrab. Para sahabatnya menghampirinya dan mengatakan apa yang terjadi padanya. “Ini adalah Abu Yazid, ia yang kini kalian lihat,” ujarnya. “Yang tadi bukanlah Abu Yazid.”

Suatu hari, seorang lelaki yang tidak mempercayai Abu yazid mendatangi untuk mengujinya. “Jelaskan padaku jawaban dari masalah ini,” katanya. Abu Yazid menangkap gelagat ketidak percayaan lelaki itu. Abu Yazid menjawab pertanyaan lelaki itu, “Di gunung itu ada sebuah gua, di gua itu ada seorang sahabatku, mintalah jawaban darinya.”

Lelaki itupun bergegas menuju gua yang dimaksud, disana ia melihat seekor naga yang sangat besar dan mengerikan. Seketika ia jatuh pingsan. Pada saat siuman. Ia burur-buru pergi dari mulut gua itu dan meninggalkan sepatunya yang terlepas disana. Ia kembali menemui Abu Yazid, bersimpuh dihadapannya dan bertobat.
Abu Yazid berkata kepada lelaki itu, “Engkau tidak mampu menjaga sepatumu, hanya karena rasa takutmu kepada makhluk. Lalu, dalam keterpesonaan kepada Allah, bagaimana engkau bisa menjaga “Penyingkapan” yang engkau cari dalam ketidakpercayaanmu?”

Ada seorang lelaki mendatangi kediaman Abu Yazid dan memanggilnya.

“Siapa yang engkau cari,” tanya Abu Yazid.

“Abu Yazid,” jawab lelaki itu.

“Lelaki yang malang!” kata Abu Yazid, aku telah mencari Abu Yazid selama 30 tahun, namun jejak dan tanda-tandanya pun tidak kutemukan.”

Kejadian ini dilaporkan kepada Dzun Nun. Ia berkomentar, “Allah mengasihi saudaraku Abu Yazid! Ia hilang ditemani oleh seorang yang hilang dalam Allah.”

Betapa sempurnanya peleburan diri Abu Yazid kepada Allah. Sampai-sampai setiap saat disapa oleh seorang muridnya yang selalu bersamanya selama 20 tahun, ia akan berkata, “Anakku, siapa namamu?”

“Guruku, anda mengolok-olokku, telah genap 20 tahun aku melayani guru, namun masih saja setiap hari guru menanyakan namaku,” kata si murid.

“Anakku,” jawab Abu Yazid, “Aku tidak mengolok-olokmu, namun nama-Nya telah menguasai hatiku, dan telah menghapus semua nama lain. Setiap nama yang baru aku ketahui, pasti segera hilang dari ingatanku, dan aku selalu dirasuki oleh keinginan, yaitu keinginanku adalah tidak memiliki keinginan.”

Saat menjelang ajalnya, ia menuju mihran dan mengenakan korset, ia mengenakan jubah dan penutup kepalanya secara terbalik.

Kemudian berkata:

“Ya Allah, aku tidak membesar-besarkan disiplin yang telah kujalani hampir seumur hidupku. Aku tidak memamerkan seluruh shalat malamku. Aku tidak menggembar-gemborkan puasa yang telah kulakukah hampir sepanjang hidupku. Aku tidak menghitung-hitung bacaan Qur’anku. Aku tidak membicarakan dan memamerkan pengalaman, doa-doa dan kedekatan spiritualku.

Engkau tahu bahwa aku tidak mengungkit-ungkit apapun, dan apa yang aku katakana sekarang ini tidaklah dimaksudkan untuk membesar-besarkannya, tidak juga karena aku tergantung padanya. Aku mengatakan semua ini karena aku malu atas apa yang telah aku lakukan. Engkau telah mengaruniaiku kemuliaan untuk melihat diriku sendiri mulia. Semuanya ini tidaklah berarti apa-apa, tiada bernilai.

Aku adalah seorang lelaki tua Turkistan berusia 70 tahun yang rambutnya telah memutih dalam kekafiran. Aku datang dari gurun Pasir sambil memekik, “Tangri… Tangri…” baru sekarang aku belajar mengatakan, “Allah… Allah…” baru sekarang aku merobek korsetku. Baru sekarang aku melangkahkan kakiku ke lingkaran Islam. Baru sekarang aku gerakkan lidahku untuk melafalkan kalimat syahadat.

Semua yang Engkau lakukan, Engkau lakukan tanpa sebab, penerimaan-Mu bukan disebabkan kepatuhan hamba-Mu, dan penolakan-Mu bukan disebabkan pembangkangan hamba-Mu. Semua yang kulakukan tiada lain hanyalah debu. Segala yang berasal dariku yang tidak membuat-Mu ridla, Engkau maafkan. Dan Engkau menghapus debu pembangkangan dari diriku, karena aku sendiri telah menghapus debu anggapan bahwa aku telah mematuhi-Mu.


Penuh Teka-teki
Abu Yazid juga mempunyai pandangan tersendiri tentang sufi. Katanya, “Sufi adalah seorang yang tangan kanannya memegang kitabullah, tangan kirinya memegang Sunah Rasul, salah satu matanya memandang ke Surga, mata yang lain melihat ke neraka. Ia mengenakan sarung dunia dan mantel akhirat sambil berseru, Labbaik ya Allah – Aku datang memenuhi panggilan-Mu.

Belakangan para ahli sangat terkesan terhadap penampilan Abu Yazid, sementara keperibadian dan ucapan-ucapannya penuh dengan teka-teki. Peneliti sufi asal Ingris, AJ.Arberry, menjulukinya sebagai First of the intoxicated sufis atau sufi pertama yang mabuk kepayang. Sedangkan Helmut Ritter, R.C. Zaehner dan RA. Nicolson menyatakan, Abu Yazid adalah orang yang paling paham tentang Fana. Bahkan sufi dan penyair besar Jalaluddin Rumi juga sangat mengaguminya.

Dalam puisi Matsnawi (kimpulan puisi) nya, Rumi menulis betapa suatu kali Abu Yazid diprotes oleh murid-muridnya, dengan mengatakan bahwa Abu Yazid Kafir. Mereka sempat menghunus pedang. Tetapi pedang itu malah berbalik menusuk para murid itu sendiri. Sementara filsuf dan pujangga Pakistan, Muhammad Iqbal, ketika menulis buku puisi Javid Nama, sangat terinspirasi oleh puisi Abu Yazid.

Peneliti sufi yang lain, Anemmare Schimmel, menulis, “Sebagai seorang sufi, ia menonjol sendirian di kancah pemikiran tasawuf Iran masa awal. Pemikirannya yang paradoksal menawarkan makna baru, namun tidak bisa sepenuhnya dipahami kecuali bila pembaca mampu berbagi dalam pengalaman mistik. Atau sebaliknya, pembaca malah berbalik menuduh sebaliknya, pembaca malah berbalik menuduh bahwa paham Abu Yazid tipuan belaka..”
Apa pun pengalaman mistikus Ba Yazid (panggilan akrab Abu Yazid), bahwa kepribadiannya telah mengilhami para sastrawan sufi di zama sesudahnya. Bahkan namanya sempat pula dipuja dalam berbagai puisi. Prestasi ini hanya bisa ditandingi oleh sufi bear lainnya seperti Al-Hallaj, yang kemiripan ajarannya sering dikaitkan dengan Ba Yazid. Cuma sayang, ia tidak meninggalkan karya tulis. Ajaran dan pandangannya hanya dapat dibaca pada catatan murid-muridnya, atau para sufi yang pernah berjumpa dengannya.

Begitu besar pengaruh pribadi dan ajaran Ba Yazid, sehingga sampai kini pun ia masih di puja orang. dan makamnya selalu ramai diziarahi. Abu Yazid al-Bisthami wafat pada tahun 875 M bertepatan dengan 261 H, dan dimakamkan di kampung halamannya, Bistham.

Tentang Manusia Sejati
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari Ba Yazid. Kisah-kisah yang unik banyak ditulis oleh para ulama klasik. Misalnya dalam kitab Tsabaqatush Shufiyah karya As-Sulami, Hilyatul Awliya, karya Abu Nu’aim, Kasyful Mahjub, karya Al-Hujwiri, Kitabul al-Luma, karya As-Sarraj atau Tadzkirul Awliya, karya Fariduddin Aththar.

Berikut beberapa cerita tentang Abu Yazid, suatu hari Dzun Nun al-Misri mengirimkan selembar sajadah kepada Abu Yazid, tetapi Abu Yazid mengembalikannya, sambil berpesan, “Apa perlunya selembar sejadah? Kirimkan saja sebuah bantal untuk bersandar.” Maksudnya, ingin mengatakan sudah berhasil mencapai tujuan. Maka, Dzun Nun pun mengirimkan sebuah bantal. Tetapi bantal itu pun dikembalikan, karena ia telah bertobat dan tubuhnya tinggal kulit pembalut tulang. “Manusia yang berbantalkan karunia dan kasih Allah tidak membutuhkan bantal dari salah seorang diantara hambanya,” kata Ba Yazid.

Suatu hari Abu Yazid berjalan-jalan disebuah pekuburan, suatu malam ketika pulang dari makam, ia berpapasan dengan seorang pemuda yang memainkan kecapi. “Semoga Allah melindungi kita!” kata Abu Yazid. Mendengar itu si pemuda memukulkan kecapi kekepala Abu Yazid dengan keras. Ternyata pemuda itu tengah mabuk. Dengan bercucuran darah Abu Yazid pulang.

Ketika hari telah siang, dipanggilnya salah seorang muridnya, “Berapakah harga sebuah Kecapi?” tanyanya. Si murid memberitahukan harganya, dengan secarik kain dibungkusnya sejumlah uang ditambah beberapa kue lalu dikirimkannya kepada si pemuda. “Sampaikanlah kepadanya, Abu Yazid minta maaf. Katakan pula, tadi malam ia menyerang Abu Yazid dengan Kecapinya sehingga kecapi itu pecah. Sebagai gantinya terimalah uang  ini dan belilah kecapi baru. Sedangkan kue-kue yang manis untuk penawar duka hatimu karena kecapimu pecah.” Ketika si pemuda itu menyadari perbuatannya, bersama pemuda-pemuda lain ia menemui Abu Yazid untuk minta maaf. Hanya kepada Allah
    Suatu saat, Abu Yazid bercerita, Ketika aku sedang duduk, datanglah sebuah lamunan, bahwa aku adalah Syekh dan tokoh suci zaman ini. Tapi begitu hal itu terdengar dalam benak, aku segera sadar bahwa aku telah melakukan dosa besar.lalu aku bangkit dan berangkat ke Khurasan, di sebuah persinggahan aku berhenti dan bersumpah tidak akan meninggalkan tempat sebelum

Allah mengutus seseorang untuk membukakan diriku. Tiga hari tiga malam aku tinggal di sana. Pada hari keempat aku lihat seseorang yang bermata satu yang menunggang seekor unta datang kepadaku. Aku lihat kebesaran Ilahi di dalam dirinya. Aku mengisyaratkan agar Unta berhenti, unta itu pun menekuk kakinya di depanku, dan lelaki bermata satu itu memandangku.

“Sejauh ini kau memanggilku hanya untuk membukakan mata yang tertutup dan membukakan pintu yang terkunci, serta untuk menenggelamkan penduduk Bustham bersama Abu Yazid?” katanya kepadaku.

Aku jatuh lunglai, kemudian bertanya kepada orang itu, “Darimanakah engkau?”

“Sejak engkau bersumpah itu, telah beribu-ribu mil jarak aku tempuh. Berhati-hatilah,

Abu Yazid, jagalah hatimu!” ia lalu berpaling dariku dan meninggalkan tempat itu.
Suatu malam Abu Yazid merasa shalatnya tidak khusuk. Maka katanya, “Carilah kalau-kalau ada barang-barang berhaga di rumah ini,” murid-muridnya pun mencari-cari di seantero rumah, lalu menemukan setengah tandan anggur, “Bawalah anggur itu, dan berikanlah kepada orang lain, rumahku bukan toko buah-buahan,” kata Abu Yazid. Setelah itu barulah ia dapat melakukan salat dengan khusuk.

Pada suatu hari beberapa orang bertanya kepada Abu Yazid, “Engkau dapat berjalan di atas air?” Abu Yazid pun menjawab, Sepotong kayu juga dapat melakukannya.”

Mereka bertanya lagi, “Engkau dapat pergi ke Mekkah dalam semalam?” maka jawab Abu Yazid,setiap orang sakit dapat melakukan perjalanan dari India ke Demavand dalam satu malam.”

Merasa penasaran, mereka bertanya lagi, “Jika demikian, apakah yang dilakukan oleh manusia sejati?” Abu Yazid menjawab. “Manusia sejati tidak akan menautkan hatinya kepada siapapun kecuali hanya kepada Allah.”

Riwayat As-Suhrawardi, Sufi Allah yang di pancung

RIWAYAT ISLAM

As-Suhrawardi, Sufi Allah yang di pancung

Di jagat tasawuf, dikenal sebuah paham yang disebut “Isyraq”. Paham ini meyakini, Allah adalah Nurus Samawati wal Ardi (cahaya langit dan Bumi) sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 35. Dari Nur Allah itulah lahir cahaya-cahaya yang lain di alam semesta dan di jagat rohaniah. Paham ini juga dikenal sebagai paham Iluminatif (pencerah), dan terpengaruh oleh paham-paham Filsafat. Karena itu Prof. Dr. Hamka menyebutnya sebagai filsafat Isyraq.

As-Suhrawardi filsuf besar yang pertama kali mencetuskan paham Isyraq. Ada tiga sufi yang namanya mirip: As-Suhrawardi, Abu An-Najib As-Suhrawardi, dan Abu Hafs Syihabuddin As-Suhrawardi Al-Baghdadi, yang terakhir ini adalah pengarang kitab Awarif al-Maarif.

As-Suhrawardi yang nama aslinya Abul Futuh Yahya bin Habsyi bin Amrak, lahir di Suhrawardi, Zanda, Persia utara, pada 549 H / 1129 M. seperti Al-Hallaj, ia juga di bunuh oleh penguasa. Itu sebabnya ia dijuluki Al-Maqtul (yang terbunuh).

Suhrawardi lahir di lingkungan keluarga yang taat beribadah. Seperti halnya sufi atau ulama besar lainnya, sejak kecil ia juga belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti Al-Qur’an dan fikih. Juga seperti sufi yang lain, catatan perjalanan kehidupannya sangat sedikit diketahui orang. Menurut pengamat sufi Mehdi Amin Razali, Suhrawrdi hidup di suatu zaman ketika muncul kebutuhan untuk menyatukan kembali ilmu pengetahuan Islam dengan memadukan berbagai mazhab. Ditengah perdebatan intelektual itulah muncul pemikiran Suhrawrdi tentang Isyraq, yang antara lain meyakini bahwa wacana filosofis merupakan bagian dari perjalanan spritual seseorang.

Dalam buku tokoh-tokoh sufi, tauladan dan kehidupan yang saleh, Prof. Dr. H. Ahmadi Isa MA, menulis, Suhrawardi terkenal sebagai pengembara yang gandrung menuntut ilmu. Ia berguru kepada sejumlah ulama dan pakar dalam berbagai ilmu pengetahuan. Di Marga Azarbaijan, Asia Tengah, ia belajar fikih dan filsafat kepada Syekh Majduddin Al-Jilli, seorang fukaha yang termasyhur kala itu. Di Isfahan, Iran, ia belajar Mantiq (logika) kepada Ibnu Shlan As-Sawi pengarang kitab Al-Basair An-Nasiriyah. Selain itu juga tercatat belajar filsafat India, Persia dan Yunani. Menurut seorang pengikutnya, pengetahuan Suhrawrdi sangat dalam, dan sangat menguasai ilmu hikmah alias filsafat dan fikih. Ia juga sangat fasih dalam ungkapan.

As-Suhrawrdi merintis perjalanan sufistisnya sejak bergabung dengan para sufi dalam kehidupan asketisnya. Beberapa tahun bergelut dengan ajaran-ajaran sufi, setelah itu ia mengembara mengunjungi sejumlah ulama dan pakar di Aleppo Damaskus, Anatolia, sampai ke Azarbaijan. Terakhir ia melakukan perjalanan ke Halb, belajar tasawuf kepada sufi besar As-Syafir Iftikharuddin.

Suhrawardi juga termasuk sufi besar yang produktif membukukan pikiran-pikirannya. Karya-karyanya yang dianggap monumental, antara lain, Hikmah al-Isyraq. Al-Muqawwamat dan Al-Mutaribat, salah satu kitab yang banyak diperbincangkan ialah Hikamh al-Isyraq. Memuat berbagai pandangannya perihal filsafat Isyraq atau Iluminatif. Karya-karyanya yang lain, rata-rata dalam sebuah kitab yang tipis, Hikayat An-Nur, Alwah wa Imadiyah. Partaw Nama, Fil I’tikad al-Hukama, Al-Lahamat, Bustan al-Qulub – sebagian besar di tulis dalam bahasa arab. Sementara karya-karyanya dalam bahasa Persia banyak dipuji sebagai karya sastra yang indah. Karya yang lain, diantaranya, Aqil Surkh, Awazi Par-I Jabarail, Al-Qissah Al-Ghurbah al-Gharbiyah, Lugati Muran, Risalah fil Hallah al-Tufuliyyah, Ruzi Ba Jamaah Sufiyan, Safir Simurg dan Risalah fi Mikraj.

Ada pula karya Suhrawardi, Risalah yang bersifat Filosofis, berupa terjemahan karya Ibnu Sina, berjudul Risalah Tayr, dan komentar mengenai karya Ibnu Sina dalam bahasa Persia, Isyraf wa Tanbihat. Juga sebuah risalah berjudul Risalah fi Haqiqah al-‘Isyq, didasarkan pada karya Ibnu Sina berjudul Risalah fil ‘Isyq. Ada juga karyanya yang memuat doa, dzikir, wirid, berjudul Al-Waridat wa Taqdisat.

Banyak pandangan As-Suhrawardi yang di ikuti para sufi, misalnya ucapannya yang terkenal, “Semua yang menyenangkan anda, seperti hak milik, perabotan dan kenikmtan duniawi, dan hal-hal yang serupa itu, lemaprkanlah. Jika resep ini anda ikuti, penglihatan anda akan tercerahkan.” Pandangan lain yang juga terkenal, “Ketika mata batin terbuka, mata lahir harus di tutup, bibir harus di kunci, dan lima indra lahir harus dibungkam. Indra batin hendaknya mulai berfungsi, sehingga jika ia mencapai sesuatu, melakukakannya dengan jasad batin, jika mendengar, dia mendengar dengan telinga batin.”

Salah satu peristiwa yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Suhrawardi ialah saat kematiannya. Ia meninggal di tiang gantungan dalam sebuah upacara pengadilan yang digelar oleh Sultan Salahuddin Al-Ayyubi, dari dinasti Bani Saljuk – gara-gara ajarannya dianggap sesat. Di tengah kemasyhurannya sebagai seorang ulama tasawuf dan cendikiawan, pendapat-pendapatnya memang sering memancing kontroversi. Seperti pandangan-pandangan Al-Hallaj maupun Junaid Al-Baghdadi, pendapat Suhrawardi sering dianggap menyimpang sehingga memancing polemik yang berkepanjangan.

Sebelum di adili, ia dipanggil oleh pangeran Zahir bin Salahuddin Al-Ayyubi untuk mempertanggung jawabkan ajarannya dalam forum debat terbuka yang dihadiri Teolog dan Fukaha. Dalam debat itu, ia berhasil mempertahankan argumentasinya, sehingga pangeran Zahir pun memaafkannya, bahkan belakangan bersahabat dengannya, tapi akibatnya hal itu memancing rasa iri dan dengki.

Maka berseliweranlah fitnah dan hasutan ke alamat Suhrawardi. Bahkan ada yang sempat yang mengirim surat ke Sultan Shalahuddin yang memperingatkan perihal “Kesesatan” ajaran Suhrawardi. Celakanya sang Sultan malah memerintakan Pangeran Zahir putranya, agar menghukum Suhrawardi. Zahir segera menggelar sidang, membicarakan hukuman bagi sang sufi, keputusan pun jatuh: Suhrawardi di jatuhi hukuman pancung. Itu terjadi pada tahun 587 H / 1167 M. ketika Suhrawardi berusia 38 tahun. Mungkin karena ia korban persekongkolan politik, makamnya pun tidak diketahui.

Tapi, justru karena hukuman itu nama Suhrawardi semakin melejit, masyarakat menggelarinya dengan sebutan Al-Maqtul (tokoh yang terbunuh). Ia memang telah dibunuh, jasadnya telah dibuang, tapi pikiran-pikirannya yang cemerlang tetap hidup hingga kini, bahkan sepanjang zaman.

Sumber Kisah Alkisah Nomor 06 / 14-27 Maret 2005

Ucapan Lebaran atau Idul Fitri

Walaupun Hati gak sebening XL Dan secerah MENTARI.
Banyak khilaf yang buat FREN kecewa,
Kuminta SIMPATI-mu untuk BEBAS kan dari ROAMING dosa
Dan Kita semua hanya bisa mengangkat JEMPOL kepadaNya
Yang selalu membuat Kita HOKI dalam mencari kartu AS
Selama Kita hidup karena Kita harus FLEXIbel
Untuk menerima semua pemberianNYA Dan menjalani
MATRIX kehidupan ini…Dan semoga amal Kita tidak ESIA-ESIA…
Mohon Maaf Lahir Bathin.

Walopun operator sibuk n’ BBM pending terus,
Kami sekeluarga tetap kekeuh mengucapkan
Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir Dan batin

Andai tangan tak kuasa menjabat
Setidaknya kata masih dapat terungkap
Setulus hati mengucapkan
Selamat Idul Fitri, Mohon maaf lahir & batin
Ridho Allah dan berkahNya

Dalam kerendahan hati ada ketinggian budi.
Dalam kemiskinan harta ada kekayaan jiwa.
Hidup ini terasa indah jika ada maaf.
Taqabalallahu Minna Waminkum..

Semua yang kulakukan adalah untuk kebahagianmu.
Segalanya adalah untukmu.
Hanya saja aku bukan lelaki yang sempurna
selalu saja ada kata dan kesalahan
yang mungkin bisa menyakiti hatimu.
Selamat berpuasa sayang, terimalah maafku.
Bersama 1000 cinta, Aa.

Maaf kalo selama ini aku suka bikin kamu kesal.
Jujur juga, memang aku gak gampang ngertiin kamu.
Tapi aku 100% cinta kamu.
Met Puasa, maafkan aku lahir dan batin ya.
I Love U.

Mungkin baru 90 hari kita berpacaran
namun tidak lebih banyak aku bisa
membuat kamu ceria dan bahagia.
Beri aku lebih banyak hari, bulan, bahkan tahun,
untuk dapat lebih membahagiakanmu.
Bersama bulan suci ini, kita rajut kembali
benang-benang pengertian diantara kita.
Aa, lahir dan bathin.

Di beningnya hati ada keruhnya prasangka, disantunnya sapa ada celanya kata. Mohon Maaf Lahir & Bathin bila itu pernah terasa. Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1434 H.

Dibeningnya hati dalam mengharapkan berkah dan maghfirah Allah, tergores prasangka dosa. Mohon maaf sehingga kita menyambut Iedul Fitri dengan hati yang bersih.

Mengiring kegembiraan dalam menyongsong Iedul Fitri, mohon dibukakan pintu maaf atas kesalahan dan kekhilafan.

Beningnya embun memberi kesejukan setulus hati mengucapkan Selamat Iedul Fitri 1434 H, Mohon Maaf Lahir & Bathin.

Ya Rabbi, berkahi umur kami hingga Ramadhan ditahun depan. Sucikan hati kami untuk bisa memaafkan saudara kami. Taqabalallahu minna wa minkum.

Atas segala kesalahan kami sekeluarga, mohon maaf lahir & bathin, semoga Allah swt. meridhai kita.

Mari kita setting NIAT,
upgrade IMAN,
download SABAR,
delete DOSA,
approve MAAF,
hunting PAHALA agar kita getting GUEST LIST masuk surga..
Minal a’idzin wal faa idzin..

RESEP SPECIAL KEMBALI FITRI 1434 H.
Bahan yg disediakan:
-1 potong rasa bersalah
-2 kg kasih sayang
-1 kg rasa menyesal d+
-2 kg saling memaafkan

BUMBU:
-1 ons ikhlas
-1 grm tawakal
-1 kg kebaikan
-3 lembar daun assalam, rasa hormat, tenggang rasa, saling menghargai.
Tuangkan kasih sayang, hiasi dengan “perasaan” cinta sesama mukmin
& ketulusan hati
dan yang terakhir, hidangkan dengan “kejujuran hati”
Minal a’idzin wal faidzin,,
Assalamu’alaikum
Encang/ing, enyak, babeh, ama sudara2..
Maapin ya wat semua kekhilafan ane,
nyok kite brsihin ati kite dangan saling memaapkan..
Minal a’idzin wal faa idzin,
mohon maaf lahir & bathin..
Taqabalallahu minna wa minkum, taqabbal yaa kariim..

Jika hati ini seringkali jengkel,
Jadikan ia jernih sejernih XL,
Jika hati ini seringkali iri,
Jadikan ia cerah secerah MENTARI,
Jika hati ini seringkali dendam
Jadikan ia penuh kemesraan FREN
Jika hati ini seringkali dengki
Jadikan ia penuh SIMPATI
Ahlan Wa Sahlan Wa Marhaban Ya Ramadhan
Bebaskan Diri dari ROAMING dosa,
Raihlah HOKI
Raihlah JEMPOL dari Illahi

Masih ada harapan untuk perubahan,
Masih ada cinta untuk pengabdian,
Masih ada asa untuk berkarya,
Mari bangun bersama peradaban islam nan gemilang.
Mulai lagi di hari nan fitri, diawali dengan maaf dan ikhlas.
Mohon MAAF jika ada kata2 & sikap yang kurang berkenan dihati
Atas segala khilaf.
Mari bersama bangun peradaban Islam nan mulia..
Minal aidzin wal faidzin..

3 tips SMART biar Lbaran HEPI & dapat SIMPATI
- buka Hati Xtra-Large
- Aktf dan EXIS silaturahmi
- Saling bermaafan karna kita INsan berDOsa seSAT
Mari MENjmpuT Ampun dan RIdo Allah
Minal Aidzin Wal Faidzin
Met Lebaran ya..

Beningkan hati dengan dzikir
Cerahkan jiwa dengan cinta
Lalui hari dengan senyum
Tetapkan langkah dengan syukur
Sucikan hati dengan permohonan maaf
Met Hari Raya Idul Fitri
Taqobbalallahu minna wa Min’kum
Minal Aidzin Wal Faidzin
“Mohon Maaf Lahir dan Batin” ;)

Manusia akan segera kembali ke fitrah masing2
Fitrah adalah ide bawaan sejak lahir
Ide bawaan tersebut adalah “Laa ilaha Illallah”
Mari sucikan hati kita kembali kepada tauhid
Minal Aidin Wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir Batin

Ramadhan kan kembali berlalu, meninggalkan kisah syahdu
Betapa masa kan tersia jika hati masih terbalut noda..
Minal Aidin Wal Faidzin ..
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H ..

Aku memang bukan matahari yang bisa membuatmu membedakan siang dan malam
Tapi setidaknya cahaya kecilku ini bisa berarti di hari raya ini…
minal aidzin walfaidzin

Bulan yang indah penuh hikmah telah berlalu..
Semoga menitis ke lembaran baru
dan membuka ribuan pintu maaf,
Agar kami bisa masuk dan menjadi bagian yang termaafkan,
"SELAMAT IDUL FITRI 1434 H"
Mohon maaf lahir batin

L-ive is go on,
E-verything reborn again,
B-ut
A-ll of d sin &
R-egret still inside in me,
A-nd I wanna say
N-othing but taqobbalallahu minna waminkum..

Sudah ramai orang di pasar
penuh sesak orang di warung makan
beli baju di pasar besar
belum puasa udah mikir lebaran

Esok adalah harapan..
Sekarang adalah kenyataan..
Kemarin adalah kenangan, yang tak luput dari khilaf dan kesalahan..
Ketika tangan tak mampu berjabat,
Kaki tak dapat melangkah.
Hanya hati yang mampu berbisik,,
”Minal Aidin Walfaizin Mohon Maaf Lahir Batin”

Bila Idul Fitri adalah lentera,,
Izinkan membuka tabirnya dengan maaf,,
Agar cahayanya menembus jiwa fitrah dari tiap khilaf..
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H...

Ramadhan membasuh hati yang berjelaga
Saatnya meraih rahmat dan ampunan-Nya

Untuk lisan dan sikap yang tak terjaga
Mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1434 H
Minal Aidin Wal Faidzin Taqabalallahu minnaa wa minkum
Sayup terdengar takbir berkumandang
Tanda Ramadhan akan lewat
Ampunan diharap, barokah didapat
Taqobalallahu minna wa minkum
Mohon maaf lahir dan bathin

Ketupat udah dipotong
Opor udah dibikin
Nastar udah dimeja
Kacang udah digaremin
Gak afdhol kalo gak Minal Aidin wal Faizin
Taqobalallahu minna wa minkum

Orang yang paling mulia adalah
Orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain
Bersihkan diri, sucikan hati Di hari yang Fitri ini.

Bulan Ramadhan telah berlalu
Dan hari Kemenangan telah datang
Untuk itu mari kita bersihkan hati dan jiwa kita
Dari gelimang dosa
Mohon Maaf Lahir dan Bathin

Kita hanya bisa angkat JEMPOL padaNya yang selalu buat kita HOKI dalam mencari kartu AS dan STAR ONE selama hidup, kita harus FLEXI-bel untuk menerima semua pemberianNYA dan menjalani MATRIX kehidupan ini.. dan semoga amal kita tidak ESIA-ESIA. MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN

Berbuat khilaf adalah sifat
Meminta maaf adalah kewajiban
Dan kembalinya Fitrah adalah tujuan
MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN

Ramadhan telah surut
Hari yang Fitri telah terbit
Maaf kumohonkan
Agar hati bersih dari dosa
Minal Aidin wal Faizin

Let's write all the mistakes down in the sand
And let the wind of forgiveness erase it away
Happy Idul Fitri, Minal Aidin wal Faidzin

Jika langkahku membekas lara,
Kataku merangkai dusta;
Lakuku menoreh luka;
Dari jeritan lubuk bathinku
Dengan ketulusan hatiku
Komohonkan maaf lahir bathinku

Taqobalallahu minna wa minkum
Minal Aidin wal Faizin
Mohon Maaf Lahir dan Bathin
Selamat Hari Raya Idul Fitri
1 Syawal 1434 H
Ijinkan saya bersajak
Untuk LISAN yang tak terJAGA
Untuk JANJI yang terABAIKAN
Untuk HATI yang berPRASANGKA
Untuk SIKAP yang meNYAKITKAN
Di hari yang FITRI ini, dengan TULUS HATI
Saya mengucapkan mohon MAAF LAHIR & BATHIN
Semoga ALLAH selalu membimbing kita Bersama di jalanNYA

Sepuluh jari kutangkupkan
Maaf Lahir Bathin kupohonkan
Taqobalallahu minna wa minkum
Minal Aidin wal Faidzin

Semoga Kumpulan Ucapan Selamat Lebaran ini dapat berguna untuk anda sekalian.

Penciptaan Adam adalah kisah penciptaan manusia yang pertama.

Penciptaan Adam adalah kisah penciptaan manusia yang pertama. Adam diriwayatkan sebagai satu daripada ciptaan Allah yang paling kontroversi atau paling disebut-sebut oleh makhluk Allah yang lain. Peristiwa tersebut dikisahkan dalam Al-Qur’an.

     Ketika Allah berfirman kepada malaikat:

    “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi. Mereka bertanya (tentang hikmat ketetapan Tuhan itu dengan berkata): Adakah Engkau (Ya Tuhan kami) hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat bencana dan menumpahkan darah, padahal kami sentiasa bertasbih dengan memujiMu dan mensucikanMu?.


Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui akan apa yang kamu tidak mengetahuinya.”(Surat Al Baqarah: 30)


Ciptaan dari Tanah

Allah telah memerintahkan Malaikat Jibril turun ke bumi untuk mengambil sebahagian tanah sebagai bahan untuk menjadikan Adam.

Walau bagaimanapun, bumi enggan membenarkan tanahnya diambil malah bersumpah dengan nama Allah bahwa dia tidak rela untuk menyerahkannya kerana kebimbangannya seperti yang dibimbangkan oleh para malaikat.

Jibril kembali setelah mendengar sumpah tersebut lalu Allah mengutuskan pula Malaikat Mikail dan kemudiannya Malaikat Israfil tetapi kedua-duanya juga tidak berdaya hendak berbuat apa-apa akibat sumpah yang dibuat oleh bumi.

Maka, Allah memerintahkan Malaikat Izrail untuk melakukan tugas tersebut dan mendesak bumi agar tidak menolak walaupun bumi bersumpah karena tugas tersebut dijalankan atas perintah dan nama Tuhan.

Maka, Izrail turun ke bumi dan mengatakan yang kedatangannya adalah atas perintah Allah dan memberi amanat kepada bumi untuk tidak membantah yang memungkinkan bumi mendurhakai Allah.

Menurut Ibnu Abbas, tanah bumi dan syurga digunakan untuk dijadikan bahan mencipta Adam. Tanah tersebut adalah:

1. Tanah Baitulmuqaddis (Palestin) – kepala sebagai tempat kemuliaan untuk diletakkan otak dan akal.

2. Tanah Bukit Tursina (Mesir) – telinga sebagai tempat mendengar dan menerima nasihat.

3. Tanah Iraq – dahi sebagai tempat sujud kepada Allah.

4. Tanah Aden (Yaman) – muka sebagai tempat berhias dan kecantikan.

5. Tanah telaga Al-Kautsar – mata sebagai tempat menarik perhatian.

6. Tanah Al-Kautsar – gigi sebagai tempat memanis-manis.

7. Tanah Kaabah (Makkah) – tangan kanan sebagai tempat mencari nafkah dan bekerjasama.

8. Tanah Paris (Perancis) – tangan kiri sebagai anggota untuk melakukan istinjak.

9. Tanah Khurasan (Iran) – perut sebagai tempat berlapar.

10. Tanah Babilon (Iraq) – kelamin sebagai organ seks dan tempat bernafsu serta godaan syaitan.

11. Tanah Tursina (Mesir) – tulang sebagai peneguh manusia.

12. Tanah India – kaki sebagai anggota berdiri dan berjalan.

13. Tanah Firdaus (Syurga) – hati sebagai tempat keyakinan, keimanan, dan kemahuan.

14. Tanah Taif (Arab Saudi) – lidah sebagai tempat untuk mengucapkan syahadah, syukur dan do’a.


Penyempurnaan

Tubuh Adam mempunyai sembilan rongga atau liang. Tujuh liang di kepala dan dua di bawah badan yaitu dua mata, dua telinga, dua hidung, satu mulut, satu dubur dan satu uretra.

Lima panca indera dilengkapi dengan anggota tertentu seperti mata untuk penglihatan, telinga untuk pendengaran, hidung untuk pengesanan bauan, lidah untuk perasa seperti asam, asin, manis dan pahit dan kulit untuk sentuhan bagi panas, dingin, tekanan, viskositas dan sakit.

Ketika Allah menjadikan tubuh Adam, tanah dicampurkan dengan air tawar, asin dan anyir beserta api dan angin. Kemudian Allah resapkan Nur ke dalam tubuh Adam dengan pelbagai “sifat”.

Lalu tubuh Adam digenggam dengan genggaman Jabarut dan diletakkan di dalam Alam Malakut. Tanah itu dicampurkan lagi dengan istilah wewangian dan ramuan dari Nur Sifat Allah dan dirasmi dengan “Bahrul Uluhiyah“.

Kemudian, tubuh tersebut dibenamkan dalam “Kudral ‘Izzah” yaitu sifat “Jalan dan Jammal” lalu disempurnakan tubuh tersebut.

Waktu kejadian manusia tidak disebut berapa lama walaupun melalui apa cara perhitungan sekalipun seperti dalam al-Quran: “Bukankah telah berlalu kepada manusia satu ketika dari masa (yang beredar), sedang dia (masih belum wujud lagi dan) tidak menjadi sesuatu benda yang disebut-sebut…” (Surat Al Insaan:1)

Menurut keterangan ulama, tubuh Adam diselubungi dalam tempo 120 tahun, 40 tahun di tanah yang kering, 40 tahun di tanah yang basah dan 40 tahun di tanah yang hitam dan berbau.

Dari situ, Allah ubah tubuh Adam dengan rupa kemuliaan dan tertutuplah dari rupa hakikatnya. Karena proses kejadian itu melalui peringkat yang “kotor”, tidak heran Malaikat dan Iblis memandang rendah akan kejadian manusia yang diciptakan dari tanah.


Masuknya Roh

Roh diperintah Allah untuk memasuki jasad Adam tetapi seperti makhluk lain, roh juga enggan, malas dan segan karena jasad yang seperti batu. Dikatakan ruh berlegar-legar mengelilingi jasad Adam sambil disaksikan malaikat.

Kemudian, Allah memerintahkan Malaikat Izrail memaksa ruh memasuki tubuh tersebut masuk ke dalam tubuh Adam. Ia memasukkannya ke dalam tubuh dan roh secara perlahan-lahan masuk hingga ke kepalanya yang mengambil masa 200 tahun.

Setelah meresapi ke kepala Adam, maka berfungsilah otak dan tersusunlah urat saraf dengan sempurna.

Lalu, terjadilah mata dan terus terbuka melihat tubuhnya yang masih keras dan malaikat di sekelilingnya.

Telinga mulai berfungsi dan didengarnya kalimat tasbih para malaikat. Apabila roh tiba ke hidung, lalu ia bersin dan mulutnya juga terbuka.

Allah mengajarkan kalimat, “Alhamdulillah” yang merupakan kalimat pertama diucapkan Adam dan Allah sendiri yang membalasnya.

Kemudian, roh tiba ke dadanya lalu Adam berkeinginan untuk bangun padahal tubuhnya yang bawah masih keras membatu. Ketika itu ditunjukkan sifat manusia yang terburu-buru.

Ketika roh sampai di perut, maka organ dalam dan perut tersusun sempurna dan saat itu Adam mulai merasakan lapar. Akhirnya, roh meresap ke seluruh tubuh Adam, tangan dan kaki dan berfungsilah dengan sempurna segala darah daging, tulang, urat saraf dan kulit.

Menurut riwayat, kulit Adam amat baik ketika itu berbanding kulit manusia di kini dan warnanya masih dapat dilihat di kuku sebagai peringatan kepada keturunan manusia.

Dengan itu, sempurnalah sudah kejadian manusia pertama dan Adam digelar sebagai “Abul Basyar” yaitu Bapak Manusia. Walau bagaimanapun, hanya Nabi Muhammad s.a.w. mendapat gelaran “Abul Ruh” atau “Abul Arwah” yaitu Bapak segala Roh.


Sumber : wikipedia.org , apakabardunia.com

Sejarah Kehidupan Jin

Penyusun:
1)   Ayu Suraya
2)   Fairuz Ramadhan
3)   Hendrik Setyo H
4)   Rizky Handika

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK  UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2010

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. atas rahmat dan hidayah yang dilimpahkan, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam kami, yang telah memberikan bimbingan sehingga dapat menghasilkan makalah yang baik dan sesuai dengan yang diharapkan.

Sejarah dan Kehidupan Jin sangat erat kaitannya dengan jurusan Pendidikan Teknik Elektro. Maka dari itu, dalam makalah singkat ini dijelaskan hal-hal mengenai Sejarah dan Kehidupan Jin. Disini juga dijelaskan hubungan Islam dengan Iptek, dampak positif dan negatif Iptek, dan juga sikap antisipatif remaja muslim terhadap dampak negatif Iptek.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan tentang Peran Islam dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Kami menyadari banyak kekurangan yang ada pada makalah ini, maka kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaan dalam penulisan makalah berikutnya.

Surabaya, 04 Mei 2011
Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Jin menurut bahasa (Arab) berasal dari kata ijtinan, secara harfiah berarti sesuatu yang berkonotasi “tersembunyi” atau “tidak terlihat”. Dalam Islam dan mitologi Arab pra-Islam, jin adalah salah satu ras mahluk yang tidak terlihat dan diciptakan dari api. Makhluk ciptaan Allah dapat dibedakan antara yang bernyawa dan tak bernyawa, di antara yang bernyawa adalah jin. Jadi jin menurut bahasa berarti sesuatu yang tersembunyi dan halus, sedangkan syetan ialah setiap yang durhaka dari golongan jin, manusia atau hewan.

Dinamakan jin, karena ia tersembunyi wujudnya dari pandangan mata manusia. Itulah sebabnya jin dalam wujud aslinya tidak dapat dilihat mata manusia. Kalau ada manusia yang dapat melihat jin, maka jin yang dilihatnya itu adalah jin yang sedang menjelma dalam wujud makhluk yang dapat dilihat mata manusia biasa. Tentang asal kejadian jin, Allah menjelaskan, kalau manusia pertama diciptakan dari tanah, maka jin diciptakan dari api yang sangat panas sesuai dengan ayat yang akan kami jelaskan di bawah.

Pada makalah ini, kami akan mengulas lebih luas lagi mengenai jin sesuai dengan ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur’an. Makalah sederhana ini kami susun dengan harapan apa yang kami sampaikan akan membawa manfaat bagi setiap orang serta mendapat ridho dari Allah serta pahala kebaikan dari-Nya.

Amien ya rabbal ‘alamien…..

B.     Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari makalah yang kami susun ini adalah sebagai berikut:
Ø  Untuk mengetahui dan memahami definisi Jin.
Ø  Untuk mengetahui Asal Mula Penciptaan Jin.
Ø  Untuk mengetahui Bentuk dan Jenis Jin
Ø  Untuk mengetahui Kehidupan Jin
Ø  Untuk mengetahui Interaksi Antara Manusia dan Jin
Ø  Untuk mengetahui Penyakit yang ditimbulkan Jin
Ø  Untuk mengetahui Cara Menghindari Gangguan Jin

C.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami temukan berdasarkan judul makalah ini adalah:
1.      Apakah Definisi Jin?
2.      Bagaimana Asal Mula Penciptaan Jin?
3.      Bagaimana Bentuk Jin dan Apa saja Jenis Jin?
4.      Bagaimana Kehidupan Jin itu?
5.      Bagaimana Interaksi yang Terjadi Antara Manusia dan Jin?
6.      Apa saja Penyakit yang Ditimbulkan Oleh Jin?
7.      Bagaimana Cara Menghindari Gangguan Jin?

D.    Metode Penulisan
Penulis mempergunakan metode kepustakaan. Cara-cara yang digunakan pada penelitian ini adalah Studi Pustaka, Dalam metode ini penulis membaca buku-buku atau website yang berkaitan denga penulisan makalah ini.

BAB II

PEMBAHASAN
A.    Definisi Jin
Jin secara harfiah berarti sesuatu yang berkonotasi “tersembunyi” atau “tidak terlihat”. Dalam Islam dan mitologi Arab pra-Islam, jin adalah salah satu ras mahluk yang tidak terlihat dan diciptakan dari api.

Menurut Ibnu Aqil sebagaimana dikutip asy-Syibli dalam bukunya Akam al-Marjan fi Ahkam al-Jann, mengatakan bahwa makhluk ini disebut dengan jin karena secara bahasa jin artinya yang tersembunyi, terhalang, tertutup. Disebut jin, karena makhluk ini terhalang (tidak dapat dilihat) dengan kasat mata manusia.

Dalam Alquran terdapat banyak ayat yang menceritakan tentang Jin. Diantaranya:

1.      Surah Al-Hijr ayat 26 – 27:
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari tanah liat yang kering kerontang yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk dan Kami telah ciptakan Jin sebelum di ciptakan manusia dari api yang sangat panas.”

2.      Surah Ar-Rahman ayat 15:
Artinya: “Dia (Allah) menciptakan Jann (Jin) dari nyala api (Pucuk api yang menyala-nyala atau Maarij)”

3.      Surah Al-’Araf ayat 12:
Artinya: “Engkau ciptakan aku (kata Iblis) dari api sedangkan ciptakan dia (Adam) dari tanah.”

4.      Dari Hadis Nabi saw yang telah diriwayatkan oleh Muslim ra:
“Malaikat diciptakan dari cahaya, Jaan diciptakan dari lidah api sedangkan Adam diciptakan dari sesuatu yang telah disebutkan kepada kamu (tanah).”

5.      Al-A’raf Ayat 72:
“Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.”

B.     Asal Mula Penciptaan Jin

-Qs Al-Hijr : 26 – 27 :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.”

– Qs Al-Baqarah ayat 30 :
Yang artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

– Qs Ar-Rahman ayat 15 :
Yang artinya : “dan Dia menciptakan jin dari nyala api.”

A.      Tafsir Mufradat
الْجَانَّ : sejenis jin
مَارِجٍ : kobaran mulus yang tidak bercampur dengan asap

B.       Asbabun Nuzul
Berdasarkan penelusuran yang telah kami lakukan, kami tidak menemukan asbabun nuzul surat tersebut.

C.      Tafsir Ayat
Dan allah SWT, bahwasanya allah telah menciptakan jin dan api yang jernih, yang sebenarnya bercampur dengan sebagian yang lain. Yakni dari kobaran api yang kuning dengan kobaran api yang merah, dengan kobaran api yang kehijau-hijauan.

Jadi, sama seperti halnya dengan manusia juga diciptakan dari unsur-unsur yang bermacam-macam, begitu pula dengan jin, diciptakan dari bermacam-macam kobaran api yang bercampur menjadi satu.

– “Al-Maarij”
Maarij yaitu nyala api yang sangat besar dan sangat panas atau “Al-Lahab” yaitu lidah api yang bercampur menjadi satu yaitu merah, hitam, kuning dan biru. Beberapa ulama juga mengatakan bahwa “Al-Maarij” itu adalah api yang sangat terang yang memiliki suhu yang sangat tinggi sehingga bercampur antara merah, hitam, kuning dan biru.

Beberapa pendapat mengatakan Al-Maarij itu ialah api yang bercampur warnanya dan sama artinya dengan “As-Samuun” yaitu api yang tidak berasap tetapi suhu panasnya sangat tinggi. Angin Samuun yang telah tercampur dengan Al-Maarij itulah yang dijadikan Allah untuk menciptakan Jaan/Jin.

Menurut suatu Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud juga menyatakan bahwa angin Samuun yang dijadikan Jaan itu hanyalah satu bagian dari tujuh puluh bagian angin Samuun yang sangat panas.

Dari api yang sangat panas inilah Allah telah menciptakan Jin, yaitu dari sel atau atom atau dari nukleas-nukleas api. Kemudian Allah masukkan roh atau nyawa padanya, maka jadilah ia hidup seperti yang diinginkan oleh Allah. Jin juga di beri izin oleh Allah Merubah diri kebentuk yang disukai dan dikehendakinya kecuali bentuk rupa Rasulullah SAW.

Jin juga diperintahkan oleh Allah menerima syariat Islam sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah kepada manusia. Bentuk asal Jin setelah diciptakan dan ditiupkan roh itu hanya Allah dan Rasulnya saja yang mengetahuinya. Menurut beberapa ulama rupa, tabiat, kelakuan dan perangai Jin adalah 90 persen mirip ke manusia.

Asal kejadian manusia adalah campuran dari Massa Kathif yaitu tanah dan air, Massa Syafaf yaitu campuran api dan angin dan Nurani, yaitu roh, akal, nafsu dan hati yang dinamakan “Latifatur-Rabbaniah” sesuai dengan manusia sebagai sebaik-baik kejadian yang diciptakan Allah dan sebagai Khalifah Allah di muka bumi ini. Sedangkan kejadian Jin pula ialah campuran Massa Syafaf yaitu campuran api dan angin dan Nurani iaitu roh, akal, nafsu dan hati yang sesuai dan cocok dengan kejadian Jin.

Sedangkan mahkluk-makluk lain pula Allah jadikan dari salah satu unsur tersebut, misalnya, binatang yang dijadikan dari campuran Massa Ksayif dan Massa Syafaf saja. Batu dan tumbuh-tumbuhan pula dijadikan dari Massa Kasyif semata-mata. Sedangkan Malaikat pula dijadikan dari Nurani semata-mata.

– Cara Reproduksi Jin
Manusia membutuhkan waktu mengandung selama sembilan bulan untuk melahirkan dan anak manusia juga membutuhkan waktu yang lama untuk matang dan menjadi baligh.

Berbeda dengan Jin dimana bila di sentuhkan alat kelamin lelaki dengan alat kelamin perempuan, maka Jin perempuan akan mengandung dan melahirkan, anak Jin yang baru lahir itu terus mukallaf. Begitulah keadaannya sampai ke hari kiamat.

Iblis pula apabila disentuhkan paha kanan dengan paha kiri akan mengeluarkan 33 biji telur. Dalam setiap biji telur itu ada 33 pasang benih. Setiap pasang benih itu apabila menyentuh paha kanan dengan paha kiri akan keluar seperti yang terdahulu. Begitulah proses reproduksi Jin dan Iblis sampai pada hari kiamat.

Bunian atau biasanya disebut juga orang Ghaib ialah hasil campuran laki-laki atau perempuan Jin dengan laki-laki atau perempuan dari kalangan manusia. Anak yang dihasilkan dari percampuran itu dikenal dengan nama Bunian. Perangai dan tingkah laku serta bentuk rupa orang Bunian ini dalam beberapa hal mirip manusia dan juga mirip Jin.

Jika nenek moyang manusia adalah Nabi Adam, maka nenek moyang Jin juga ialah “Jaan” yang asalnya adalah beriman kepada Allah dan melahirkan keturunan yang beriman. Setelah itu terdapat juga keturunan Jaan yang kufur dan melahirkan keturunan yang kufur. Anak cucu Jaan yang asalnya beriman itu ada yang kuat imannya, ada pula yang kufur dan ada juga yang beriman kembali kepada Allah.

C.      Bentuk dan Jenis Jin

– Bentuk Jin
Pada dasarnya bentuk rupa Jin tidak banyak berbeda dari bentuk rupa manusia, yaitu mereka memiliki jenis kelamin, memiliki hidung mata, tangan, kaki, telinga dan sebagainya, sebagaimana yang di miliki oleh manusia. Pada dasarnya 80 hingga 90 persen Jin menyerupai manusia.

Hanya perbedaan fisik Jin adalah lebih kecil dan halus dari manusia. Bentuk tubuh mereka itu ada yang pendek, ada yang tinggi dan bermacam-macam warnanya, yaitu putih, merah, biru, hitam dan sebagainya. Jin kafir dan Jin Islam yang fasik itu memiliki rupa yang buruk dan menakutkan. Sedangkan Jin Islam yang saleh memiliki paras yang elok.

Menurut beberapa pendapat, tinggi Jin yang sebenarnya adalah sekitar tiga hasta saja. Pengetahuan mereka lebih luas dan berumur sangat panjang sampai beribu-ribu tahun umurnya. Kecepatan Jin bergerak melebihi kecepatan cahaya dalam suatu waktu. Karena Jin terdiri dari mahkluk yang seni dan tersembunyi, tidak zahir seperti manusia dan tidak sepenuhnya ghaib seperti Malaikat, maka ruang yang kecil pun bisa di duduki oleh jutaan Jin dan juga dapat merasuki dan menghuni tubuh manusia.

Jumlah Jin terlalu banyak sehingga menurut beberapa pendapat mengatakan bahwa jika jumlah semua manusia dari Nabi Adam sampai hari kiamat dikalikan dengan hewan-hewan, dikalikan dengan batu-batu, dikalikan dengan pasir-pasir dan semua tumbuh-tumbuhan. Itu pun hanya sepersepuluh dari total Jin.

Sedangkan total Jin adalah sepersepuluh dari total Malaikat. Total Malaikat hanya Allah dan Rasulnya saja yang mengetahuinya.

Alam tempat berdiamnya Jin adalah di lautan, daratan, di udara dan di Alam Mithal yaitu suatu alam yang terletak diantara alam manusia dan alam malaikat. Jika kita diberikan oleh Allah kemampuan untuk melihat Jin, sudah tentu kita akan melihat jarum yang jatuh dari atas tidak akan jatuh ke bumi, tetapi jatuh dibelakang Jin, karena sangat banyaknya jumlah mereka.

Oleh sebab itu orang tua kita selalu berpesan agar anak-anaknya segera kembali ke rumah apabila tiba waktu maghrib dan pintu serta jendela rumah harus di tutup, agar tidak dimasuki oleh setan dan Iblis.

Sebagaimana sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Rasulullah:
“Bila kamu menghadapi malam atau kamu telah berada di sebagian malam maka tahanlah anak-anakmu karena sesungguhnya setan berkeliaran ketika itu dan apabila berlalu sesuatu ketika malam maka tahanlah mereka dan tutuplah pintu-pintu rumahmu serta sebutlah nama Allah, padamkan lampu-lampu mu serta sebutlah nama Allah, ikatlah minuman mu serta sebutlah nama Allah dan tutuplah sisa makanan mu serta sebutlah nama Allah (ketika menutupnya) “

Hadist di atas berarti bahwa Jin dan setan tidur di waktu siang dan menjelang petang mereka keluar untuk mencari rezeki dan makanan, baik laki-laki maupun perempuan, baik yang dewasa atau anak-anak.

– Jenis Jin
Ä  Al-Jan

Jenis yang pertama ini adalah pengertian jin secara umum, yaitu jenis jin yang berpotensi seperti layaknya manusia. Jin ada yang laki-laki dan adapula yang perempuan, ada jin yang muslim dan adapula yang non muslim, jin juga membutuhkan makan, minum, tidur, bersenggama dan sebagainya. Walhasil jin pada kategori JAN tidak banyak berbeda dengan manusia pada kategori al-insan.

Ä  Al-A’mir
Biasanya disuatu tempat, dikamar mandi, dirumah atau dimanapun ada suara atau bunyian yang menirukan perbuatan manusia. Seperti halnya ada suara orang wudhu atau orang mandi, padahal dikamar mandi tersebut tidak ada siapa-siapa. Hal ini boleh jadi adalah perbuatan jin pada kategori AL-A’MIR. Maka biasanya orang menyebutnya sebagai setan tek-tek. Karena memang jenis jin ini suka menirukan perbuatan atau kebiasaan manusia, dengan maksud menakut-nakuti.

Al-A’mir juga terkadang mengikuti orang yang sedang membaca, bernyanyi dan sebagainya atau mengikuti orang yang sedang shalat dibelakangnya. Meskipun demikian kita tidak usah takut, karena bisa saja dia tidak jahat, hanya karena ingin menjadi mak’mum atau ingin belajar membaca atau menyanyi.

Ä  AL-Ifrit
Ifrit adalah jenis jin yang berpotensi sebagai pembantu ataupun khodam bagi manusia. Dalam hal ini ada ifrit yang muslim dan baik, yang tentunya bisa menjadi khodam pada manusia yang muslim dan baik pula. Adapula ifrit yang berprilaku jahat dan kafir yang dimanfaatkan oleh para tukang sihir dan dukun, seperti ifrit-ifrit yang bekerjasama dengan pesihir terkemuka luar negeri seperti “David Caverfil”.

Ä  Al-Arwah
Jenis jin yang keempat inilah yang sering dan biasa menggoda manusia, terkadang al-arwah menjelma dirinya sebagai orang tua kita yang telah meninggal atau sebagai dedemit dan sebagainya. Sehingga dapat mengelabuhi sebagian masyarakat kita dan menakut-nakuti mereka yang mempercayainya. Sebenarnya jenis jin al-arwah ini termasuk golongan jin yang sangat kuat dan sangat nakal. Disebutkan paling kuat karena mereka dapat menjelma dirinya menjadi apa saja dengan mengerahkan kekuatan ilmu yang dimilikinya dan disebut nakal karena sering menggoda dan menakut-nakuti manusia. Jika diibaratkan manusia, maka jenis jin dari golongan Al-arwah semacam preman yang suka usil terhadap masyarakat setempat dan terutama kepada perempuan sendirian dijalanan.

Ä  As-Syaiton

Berbeda dengan al-arwah, as-syaiton adalah jenis jin yang selalu menggoda manusia dari segi keimanan, kerohanian dan kejiwaan. As-syaiton sangat berbahaya dibandingkan  jenis jin lainya, karena as-syaiton merasuk kedalam hati manusia untuk membisikan kekafiran, keingkaran dan kejahatan. Dalam surat an-naas dijelaskan bahwa bukan hanya jin jahat dan ingkar yang termasuk dalam golongan as-syaiton, manusia yang yang berprilaku dzalim dan lalai termasuk dalam kategori ini. Mengenai hal ini ada sebagaian ulama yang berpendapat bahwa setan adalah sebuah sifat jahat dari manusia dan jin. Jadi kesimpulanya adalah setan bukan berupa wujud atau benda, melainkan sebuah sifat atau perbuatan.

– Kelompok Jin
Jin juga seperti manusia yang ingin melanjutkan keturunan dan hidup berkelompok-kelompok. Suku dan kelompok Jin sangat banyak dan berbicara dalam berbagai dialek dan bahasa. Ada beberapa ulama membagi Jin ke beberapa kelompok, diantara adalah kelompok yang menunggu kubur, kelompok yang menunggu gua, kelompok yang menunggu mayat manusia, kelompok yang menunggu hutan, kelompok yang menunggu bukit tinggi, kelompok yang menunggu air mata air, grup yang menunggu danau, kolam, teluk, kuala, pulau dan sebagainya.

– Jin, Ifrit, Setan dan Iblis
Jin, Ifrit, setan dan Iblis adalah merupakan bagian dari golongan Jin, hanya saja tugas dan fungsi mereka yang berbeda. Jin sebagaimana yang telah dijelaskan di atas adalah sejenis mahkluk Allah yang tersembunyi dan tidak terlihat oleh manusia. Pengetahuan mereka lebih luas dan sangat panjang usianya.

Sedangkan Ifrit adalah golongan Jin yang sangat kuat dan pandai menipu serta sangat busuk hati terhadap manusia. Golongan ini sangat sombong dan durhaka kepada Allah.

Iblis dan setan juga terdiri dari golongan Jin dan mereka adalah kaum Jin yang sangat sombong lagi durhaka, pengacau dan menjadi musuh utama manusia dan mendapat kutukan Allah hingga hari kiamat.

Sebagaimana Firman Allah:
“Iblis menjawab: Sebab engkau telah menghukum saya dengan tersesat, saya akan mencegah halangi mereka dari jalan Mu yang lurus. Kemudian saya akan mendatangani mereka dari depan dan dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka. Engkau tak akan menemukan kebanyakan dari mereka bersyukur (taat).”

Beberapa ulama berpendapat bahwa Azazil itu bukanlah nenek moyang Jin, sebenarnya ia adalah Jin yang paling abid dan alim di kalangan Jin yang diangkat menjadi ketua ahli-ahli ibadah kepada Jin dan Malaikat. Dia menjadi angkuh dan diri di atas keilmuan, ketakwaan dan banyak beribadat serta asal usul kejadiannya dibandingkan dengan manusia (Adam). Maka dengan sifatnya yang sombong itu Allah telah melaknatnya menjadi kafir dengan nama Iblis.
Mulai dari saat itulah Iblis melancarkan gerakan permusuhan dengan manusia sampai hari kiamat.
Allah telah menjelaskan bahwa ada tiga jenis permusuhan dilakukan oleh Jin ke atas manusia yaitu:

1.    Dalam Kejahatan (As-Suu’): yaitu gemar membuat dosa-dosa dan maksiat hati dan segala anggota tubuh.
2.    Kekejian (Al-Fahsyaa ‘): yaitu kejahatan yang lebih buruk dan jahat. Kekejian ini adalah bagian dari hal yang membawa kepada kedurhakaan dan maksiat kepada Allah.
3.    Dalam kebohongan dan menipu Allah dalam perbuatan, kata dan nawaitu.

– Khadam
Khadam adalah pembantu atau suruhan yang akan membantu tuannya apabila di minta. Khadam terbagi atas dua golongan, yaitu:

1.    Khadam Asal.
Khadam asal adalah terdiri dari rohani Malaikat dan Jin Islam peringkat tinggi yang nama mereka adalah nama malaikat. Ia tidak meminta syarat apapun kepada tuannya. Khadam jenis ini diharuskan oleh syarak.

2.    Khadam Bersyarat.
Khadam jenis ini adalah terdiri dari Jin alam rendah terdiri dari Jin Islam atau Jin kafir. Golongan ini datang ke tuannya dengan perjanjian dan beberapa syarat khusus dan umum, baik yang bertepatan dengan hukum syariah atau yang diharamkan oleh syarak. Khadam jenis ini diharamkan oleh Islam.

Khadam bersyarat ini akan datang menolong melalui salah satu cara berikut:
A.      Dampingan Luar.
Khadam ini akan mendampingi dan menolong tuannya melalui eksternal saja, yaitu hanya dalam perbuatan, ucapan atau qasad hati.

B.      Dampingan Internal.
Khadam jenis ini juga dikenal sebagai Tanasakhul aruah atau penjelmaan khadam atau Jin dalam diri seseorang (menurun) dengan menamakan diri mereka, saat menurun dengan nama-nama tertentu seperti Nabi Khidhir, Panglima Hitam, Wali Songo dan sebagainya.

Jin yang meresap dalam cara ini memungkinkan orang yang diresapi itu menunjukkan keajaiban dan hal-hal yang luar biasa seperti berbicara dalam bahasa Jawa, Arab, Inggris dan sebagainya, padahal sebelumnya orang tersebut tidak mengetahui sedikit pun bahasa-bahasa tersebut.

D.      Kehidupan Jin
– Pemerintah-Pemerintah Jin
Jin juga memiliki pemimpin dan kerajaannya yang tersendiri. Raja Jin alam bawah yang kafir adalah seperti Mazhab, Marrah, Ahmar, Burkhan, Syamhurash, Zubai’ah dan Maimon. Empat raja Jin Ifrit (Jin yang paling jahat) yang memiliki pemerintah besar yang menjadi menteri pada Nabi Allah Sulaiman as adalah Thamrith, Munaliq, Hadlabaajin dan Shughal.

Sedangkan Raja Jin Alam atas yang Islam adalah Rukiyaail, Jibriyaail, Samsamaail, Mikiyaail, Sarifiyaail, ‘Ainyaail dan Kasfiyaail. Raja Jin yang menguasai Teman Jin tersebut bernama THOTHAMGHI YAM YA LI. Sedangkan Malaikat yang mengontrol seluruh Jin-Jin di atas bernama Maithotorun yang bergelar QUTBUL Jalalah.

Anak-anak Iblis juga memiliki pemerintah yang besar antaranya:

1.    Thubar Merasuk manusia yang di timpa musibah dan bala
2.    Daasim Merasuk manusia untuk menceraikan ikatan silatulrahim, rumah tangga, keluarga, sahabat handai, jemaah dan sebagainya.
3.    Al-’Awar Merasuk manusia untuk meruntuhkan akhlak, berzina, minum arak, berjudi dan sebagainya.
4.    Zalanbuur Merasuk manusia dengan api permusuhan dan pembunuhan.

– Agama Suku-suku Jin
Jin Juga seperti manusia, yaitu ada yang baik, ada yang jahat, ada yang saleh, ada yang tidak saleh, ada yang alim lagi mukmim, ada ada yang kufur, ada yang murtad, fasik dan zalim, ada yang masuk surga dan ada yang disiksa oleh Allah ke neraka di akhirat.

Mayoritas suku-suku Jin terdiri dari golongan Jin kafir. Golongan Jin kafir ini kebanyakanya beragama Yahudi, Kristen, Komunis dan sangat sedikit dari mereka yang beragama Buddha dan Majusi. Ada juga golongan Jin yang tidak beragama. Golongan Jin yang memeluk Islam hanyalah sedikit dan terdiri dari kaum minoritas jika di bandingkan dengan keseluruhan jumlah Jin.

Seperti juga manusia biasa, Jin juga mempunyai tingkat-tingkat iman, ilmu dan praktik tertentu yang berdasarkan iman dan amal mereka kepada Allah. Walaupun Jin Islam yang paling tinggi imannya dan paling saleh amalannya serta paling luas serta banyak ilmunya, tetapi masih ada pada diri mereka sifat-sifat madzmumah seperti menyombongkan diri, riak dan sebagainya, tetapi mereka mudah menerima teguran dan pengajaran.

Mungkin inilah yang sering dikatakan bahwa “sebaik-baik Jin itu adalah sejahat-jahat manusia yang fasik.” Tetapi perbedaannya manusia yang paling jahat susah menerima pengajaran dan teguran yang baik.

Golongan Jin Islam yang umum dan Jin kafir suka merasuk manusia yang awam dengan berbagai cara, karena pada pandangan mereka manusia-manusia yang umum itu bukanlah manusia sebenarnya, sebaliknya adalah rupa seekor binatang. Manusia yang Khawas dan Khawasil-Khawas tidak dapat di rasuk oleh Jin, bahkan Jin pula akan datang kepada mereka untuk bersahabat.

E.      Interaksi Antara Manusia dan Jin

– Melihat Jin
Pada prinsipnya Jin tidak dapat di lihat, di sentuh dan di dengar oleh manusia dalam bentuk yang asal sebagaimana saat diciptakan, kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu, Jin dapat di lihat dalam bentuk rupa yang diingininya.

Jin juga bisa di lihat oleh manusia dalam keadaan dibuka mata batinnya atau ketika meminum air yang sudah dido’akan atau kemauan Jin itu sendiri untuk memperlihatkan dirinya kepada manusia.

Di dunia semua Jin dapat melihat manusia sedangkan manusia yang Khawas dan Khawasil-Khawas saja yang dapat melihat Jin selain para Nabi dan Rasul. Sedangkan di akhirat semua manusia mukmin yang ahli surga dapat melihat Jin sedangkan Jin yang Khawas dan Khawasil-Khawas saja yang dapat melihat manusia.

Adapun kelebihan Jin yang telah diberikan oleh Allah adalah kemampuannya untuk mengubah dirinya dalam berbagai bentuk. Misalnya dalam perang Badar, Iblis telah menampakkan dirinya dalam bentuk seorang lelaki dari Bani Mudlij dan setan juga dalam rupa Suraqah bin Malik yang datang membantu tentara musrikin memerangi tentara Islam. (Iblis dan setan adalah juga merupakan bagian dari golongan Jin).

Dalam Sahih Bukhari juga ada meriwayatkan bahwa adanya Jin yang menampakkan dirinya dalam bentuk ular dan membunuh seorang pemuda yang mencoba membunuh ular tersebut. Selain itu Jin juga bisa menampakkan dirinya dalam bentuk rupa hewan lain seperti bentuk rupa kucing, anjing dan sebagainya.

– Bersahabat dengan Jin
Banyak di kalangan orang-orang Indonesia yang bersahabat dan menjadikan Jin sebagai pembantu dan Khadam mereka untuk membantu mereka melaksanakan tugas-tugas tertentu. Misalnya seperti dukun, pesulap, pengobatan alternatif dan sebagainya.

Namun tidak semua kaum di atas yang menggunakan Jin dalam kerja harian mereka. Ada juga golongan tersebut yang benar-benar memiliki keterampilan alami tanpa pertolongan dari Jin.

Singkatnya kita sebagai seorang Islam yang bersahabat dengan para Jin Islam maupun Jin kafir akan lebih banyak mendapatkan keburukannya dibanding kebaikan yang akan kita peroleh. Jin akan selalu merasuk dan mendorong manusia supaya melakukan kejahatan dan maksiat tanpa kita sadari.

– Masuknya Jin Kedalam Tubuh Manusia

Jin bisa merasuk dan masuk ke dalam diri manusia dengan berbagai cara dan manusia yang mengunakan layanan Jin untuk melakukan pengkhianatan kepada manusia lain pun melalui berbagai cara.

Sebagaimana sebuah hadis Rasulullah saw yang telah diriwayatkan oleh Sayidah Syafiyyah binti Huyay, bahwa Rasulullah pernah bersabda yang maksudnya:

“Sesungguhnya setan (Jin) itu berjalan dalam tubuh anak Adam sebagaimana darah yang mengalir dalam tubuhnya”.

Dari hadis di atas jelaslah bahwa Jin dapat masuk kedalam tubuh manusia dan berjalan melalui urat nadi dan darah manusia. Jin dapat berjalan dalam tubuh manusia seperti arus listrik yang mengalir dalam kabel. Jin juga dapat menguasai manusia sehingga ia dapat menyebabkan perkelahian antar sesama manusia, manusia hilang ingatan, hilang kesadaran dan lain-lain lagi.

Jin bisa merasuki tubuh manusia baik diminta sendiri oleh manusia atau tanpa di sadari oleh manusia itu sendiri. Jin mendampingi dan merasuki manusia melalui salah satu cara berikut.

Diantaranya
Melalui Khadam atau manusia itu sendiri yang menjadikan Jin sebagai sahabatnya.

1.    Melalui “saka Baka”.

2.    Melalui Mantra-mantra yang di lakukan oleh manusia lain.

3.    Karena manusia itu sendiri lupa terhadap Allah atau melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah, berarti mendekatkan diri untuk diperdaya oleh jin dan syaithan.

4.    Melakukan kejahatan terhadap Jin, seperti menjatuhkan benda berat ditempat yang ada Jinnya,tanpa menyebut nama Allah sehingga menyebabkan kematian anak Jin.

5.    Karena ada Jin laki-laki yang jatuh cinta kepada perempuan yang suka bersolek atau perempuan yang suka keluar rumah untuk memperlihatkan kecantikannya dan tidak memakai kerudung serta suka menunjukkan auratnya.

6.    Membaca jampi-jampi, doa atau ayat-ayat tertentu yang dapat mendatangkan Jin.

Apabila Jin telah merasuki raga manusia, walaupun dengan cara apapun Jin tersebut akan mendiami salahsatu dari tempat berikut di anggota tubuh manusia. (mekipun sebenarnya mereka bebas bergerak kemanapun dalam raga manusia) Diantara tempat-tempat tersebut adalah:

1.    Mereka berkumpul di mata kanan dan kiri. Oleh sebabitu jika seseorang telah dirasuki Jin didalam badan mereka, mereka tidak akan berani berhadapan mata dengan orang lain.

2.    Berada di telinga kanan dan kiri, oleh karena itu manusia yang telah dirasuki Jin tidak suka mendengar nasehat dan teguran yang baik dan sangat suka mendengar hal-hal maksiat seperti musik yang melalaikan dan sebagainya.

3.    Berada di mulut manusia, oleh sebab itu manusia yang telah dirasuki Jin sangat suka berbicara hal-hal yang tidak berguna dan mendatangkan dosa seperti mengumpat, mencela, menghina manusia lainnya dan sebagainya.

4.    Berada di hidung manusia, sehingga menyebabkan manusia suka menghirup hal-hal yang tidak tidak dan dapat merusak diri manusia sendiri.

5.    Berada dipusar, sehingga menyebabkan orang tersebut selalu mengalami sakit perut dan berbagai penyakit yang tidak dapat dideteksi oleh dokter.

6.    Berada di kemaluan manusia, sehingga menyebabkan manusia suka melakukan hal-hal maksiat seperti berzina dan sebagainya.

Manusia yang selamat dari ganguaan Jin, Iblis dan setan adalah manusia yang selalu berada dalam Tauhid dan jalan Allah, melalui lidah, anggota badan dan hati, mereka juga berakhlak seperti akhlak Rasulullah serta rajin beramal dan menjalankan syariat Islam.

Jalan terdekat untuk berada dalam tauhid Allah adalah dengan kita mengambil contoh perbuatan dan akhlak orang-orang yang berada dalam tauhid Allah, seperti Nabi Muhammad, sahabat-sahabat beliau, para ulama dan sebagainya.

Dengan mengikuti segala ajaran yang telah di ajarkan oleh rasulullah, melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi larangannya kita akan aman dari gangguan para Jin, Iblis, setan atau sejenisnya.

seperti kata para Ulama:
“Kun Ma’Allah fain lam Takun ma’Allah, fakun ma’a man ma’Allah fainnahu yusiluka illallaah”

Maksudnya adalah:
“Hendaklah jadikan diri kamu bersama Allah, maka jika kamu tidak dapat menjadikan diri kamu bersama Allah hendaklah kamu jadikan diri kamu bersama dengan mereka yang telah beserta dengan Allah, maka sesungguhnya yang demikian itu akan menyampaikan diri kamu kepada Allah”

F.       Penyakit yang Ditimbulkan Jin

1.      Penyakit akibat dari keturunan.

Terkadang ada beberapa orang yang mempunyai suatu penyakit yang di akibatkan dari keturunan atau lebih tepat lagi penyakit yang diakibatkan oleh saka-baka. Penyakit ini disebabkan oleh keturunan mereka, apakah kakek, nenek, moyang atau ada silsilah keturunan mereka yang membela atau bersahabat dengan Jin, pada jaman dahulu, dan apabila mereka meninggal maka mereka akan mewarisi Jin peliharaan tersebut atau keturunannya tidak mengetahui jikalau kakek nenek mereka dahulu ada yang bersahabat atau memelihara Jin, lalu mereka meninggal sebelum sempat membuang Jin peliharaan tersebut.

Kebanyakan dari kita tidak peduli bahkan tidak tahu asal usul keturunan mereka atau peran nenek moyang kita di zaman dahulu, di dalam masyarakat mereka pada ketika itu. Ada beberapa dari orang-orang tua kita di zaman dahulu yang membela dan bersahabat dengan Jin.

Mereka bersahabat dengan Jin dengan berbagai tujuan. Selain itu mereka juga membela Jin untuk menjaga dan mengawasi harta benda mereka dari pencurian, karena pada waktu itu masih belum ada polisi dan sebagainya, dan ada juga yang menggunakan Jin untuk membuka kampung, dusun, kebun dan sebagainya, jadi Jin inilah yang akan bekerja menebas dan sebagainya untuk tuannya itu. Karena pada saat itu masih belum ada mesin modern dan peralatan yang.

Untuk mendapatkan bantuan dan bersahabat dengan Jin, mereka akan membuat berbagai perjanjian dan “jamu” an serta upacara pemujaan Jin. Setelah perkembangan teknologi dan terciptanya alat-alat modern dan ditambahkannya dengan kesadaran agama yang semakin mendalam di kalangan orang-orang sekarang, maka dengan itu bantuan Jin-Jin tersebut tidak lagi diperlukan.

Oleh karena itu anak-cucu dan keturunan orang yang membela dan bersahabat dengan Jin tersebut tidak lagi melakukan upacara-upacara men “jamu” Jin sebagaimana yang dilakukan nenek moyang mereka dahulu, bahkan mereka juga telah lupa atau tidak tahu bagaimana untuk melakukannya. Maka dari itu Jin-Jin tersebut akan selalu mengawasi dan menunggu kesempatan untuk menggangu keturunan tuannya, demi agar mereka di puja dan di “jamu” sebagaimana pada jaman nenek moyang keturunannya.
Jin tersebut akan mencari dan menggangu keturunan tuannya selama-lamanya, selagi keturunan tersebut tidak membuang Jin belaan tersebut. Dalam keadaan biasa Jin tersebut tidak menggangu keturunan tuannya, tetapi jika ada salah seorang dari anggota keluarga keturunannya itu, di ganggu atau dianiayai oleh orang lain dengan menggunakan Jin, maka Jin keturunan tersebut akan datang membantu.

Tetapi Jin keturunan tidak dapat melakukan apa-apa karena cucu cicit tuannya tidak tahu untuk mengadakan upacara untuk membela dan memanggil Jin tersebut, tambahan lagi mereka juga tidak mengetahui adanya Jin belaan nenek moyang mereka yang selalu mengawasi dan mengikuti perkembangan keluarga mereka. Pada ketika itu Jin keturunan tersebut pula yang akan bersama-sama dengan Jin yang di kirim untuk menaniayai anggota keluarga tersebut. Jin yang di kirim dan Jin keturunan sama-sama akan menggangu keluarga tersebut, bahkan gangguan Jin keturunan tersebut lebih kuat dari Jin yang dikirim oleh orang yang khianat itu.

Jika orang yang mengalami gangguan tadi berobat, maka penyakit yang di akibatkan oleh Jin yang di kirim oleh orang yang mengkhianati keluarga tersebut akan lari dan penyakit yang diakibatkanya juga akan sembuh, tetapi penyakit yang diakibatkan oleh Jin keturunan tersebut tidak akan sembuh, meskipun diobati,akan tetapi jika Jin keturunan tersebut dibuang dari keturunan keluarga tersebut maka penyakitnya akan hilang.

Kebanyakan penyakit yang diakibatkan oleh Jin keturunan ini sangat parah dan tidak bisa di obati oleh dokter dan rumah sakit, karena jika dipemeriksaan di rumah sakit, dokter akan mengatakan bahwa pasien tersebut normal dan tidak mengalami penyakit apapun. Sedangkan pasien tersebut menderita penyakit yang sulit digambarkan oleh siapapun, kecuali orang yang pernah mengalaminya sendiri.

Tanda-tanda adanya penyakit keturunan.
Adapun tanda-tanda orang yang memiliki keturunan dari pembela atau orang yang bersahabat dengan Jin. Diantaranya:

a. Mudah terasuki jin
b. Cemburu
c. Iri hati
d. Buruk Sangka
e. Selalu memimpikan orang minta diadakan jamuan atau makan Klasifikasi Keturunan.
f. Panas baran
g. Was-was dalam melakukan pekerjaan
h. Suka berkelahi / berbuat onar

i. Ada halangan dan pembatasan dalam pekerjaan
2. Gila.
Gila yang diakibatkan oleh masuknya Jin ini terdapat berbagai jenis. Diantara yang sering terjadi adalah:

i. Gila Babi atau gila yang seumpamanya.
Penyakit gila babi sering di kaitkan dengan babi sebab, bila didatangani penyakit tersebut, pasien itu suka menyondol nyondol seperti Babi dan jika dibiarkan mereka akan masuk kedalam air dan besar kemungkinan akan mati lemas. Penyakit gila seperti ini biasanya ada kaitan dengan keturunan atau saka baka yang berpuncak dari kerasukan Jin.

Biasanya benih manusia jenis ini sudah bercampur dengan benih Jin keturunannya saat jatuh benih ketika si ibu dan bapa melakukan persetubuhan. Meskipun mereka telah membaca doa seperti yang dianjurkan oleh Nabi saw, namun oleh karena Jin tersebut telah ada dalam diri orang tersebut dalam saka baka dan keturunan tadi, maka Jin atau saka baka tadi tidak mudah meninggalkan mereka, melainkan saka-baka atau Jin tersebut telah di buang dari keluarga tersebut. Maka dari hasil itulah terdapat ramai dari kalangan orang-orang yang mendapat anak yang cacat luar biasa, gila dan sebagainya.

ii. Gila Mereyam.
Gila mereyam sering terjadi pada wanita yang baru lepas bersalin. Orang sering mengaitkan gila mereyam disebabkan oleh batu meriyam yang tidak masuk kembali pada tempat asalnya. Seperti Sinseh Cina mil meriyam itu di kenali sebagai Black Stone atau batu Hitam yang menurut mereka, bila batu itu naik ke kepala akan menyebabkan seseorang perempuan menjadi gila.

Gila yang disebabkan oleh batu meriyam ini paling ringan adalah perempuan tersebut akan suka berbedak atau bersolek, meskipun baru melahirkan anak dan berkelakuan luar biasa. Antara yang paling parah adalah mereka sanggup memukul orang atau lari dari rumah dan berkeliaran di atas jalan-jalan atau mengembara di berbagai tempat. (Gila ini biasanya tidak berhubungan dengan Jin)

iii. Gila Isim
Gila Isim adalah disebabkan orang tersebut beramal dengan ayat-ayat yang di terima tanpa melalui guru. Penyebab gila ini adalah panas yang disebabkan oleh khadam penjaga ayat tersebut dari gulungan Jin yang menggangunya.

Gila jenis ini sering terjadi kepada mereka yang menuntut sesuatu ilmu atau beramal dengan sesuatu ilmu tanpa silsilah yang sahih, yaitu tanpa melalui guru, melakukan sesuatu yang bukan tuntunan Rasulullah saw.

iv. Gila Kena Rasuk / Gila akibat Sihir.

Kedua jenis gila di atas disebabkan Jin yang di suruh oleh tuannya atau Jin yang tidak bertuan. biasanya mereka yang terkena jenis ini aggresif dan suka melawan manusia jika di ganggu atau mencoba untuk mengobati.
G.      Cara Menghindari Gangguan Jin

1.      Mohon Perlindungan kepada Allah
Allah berfirman, “Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-A’raf:200).

Selain itu, Adi Bin Tsabit meriwayatkan dari Sulaiman bin Shard, katanya, “Sungguh aku tahu ada kalimat sekiranya seseorang mengucapkannya, niscaya sirna sesuatu yang menggelisahkannya. Jika seseorang mengucapkan Ta’awudz.

2.      Membaca Surat Al-Falaq dan Surat An-Nas
Kedua surat tersebut memang memiliki pengaruh yang dahsyat terhadap kejahatan dan gangguan setan. Diriwayatkan bahwa Rasulullah selalu membacanya setiap malam saat akan tidur.
3.      Membaca Ayat Kursi
Mungkin anda ingat pada kisah yang diriwayatkan oleh Abu Hanifah saat beliau menjaga tugas tempat penyimpanan zakat Ramadhan. Ada pencuri yang mencuri ke gudang tersebut tiga malam beturut-turut. Pada malam pertama dan kedua, karena kasihan Abu Hurairah melepaskannya. Tapi pada malam ketiga Abu Hurairah bersikeras tak akan melepaskannya walaupun si pencuri memohon-mohon. Abu Hurairah berniat menghadapkan si pencuri pada Rasulullah. Tapi akhirnya Abu Hurairah melepaskannya juga karena si pencuri mengajari Abu Hurairah ayat Kursi. Belakangan diketahui bahwa si pencuri adalah setan yang menyamar.

Khasiat Ayat Kursi memang luar biasa. Disebutkan, bila ayat Kursi dibaca saat akan tidur, maka orang tersebut akan senantiasa dijaga oleh penjaga dari Allah dan tak akan didekati setan sampai pagi.

4.      Membaca Surat Al-Baqarah
Rasulullah pernah bersabda, “Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan. Sesungguhnya rumah yang didalamnya surat Al-Baqarah dibaca tidak dimasuki setan.”

5.      Membaca Akhir Surat Al-Baqarah
Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah menulis satu kitab 2000 tahun sebelum menciptakan mahluk. Dia menurunkan darinya dua ayat yang dijadikan-Nya sebagai penutup surat Al-Baqarah. Tidaklah keduanya dibaca dalam suatu rumah tiga malam (berturut-turut) lantas setan menetap disana.”

6.      Membaca Tiga Ayat Pertama Surat Al-Mukmin dan Ayat Kursi
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa membaca tiga ayat pertama surat Al-Mukmin dan ayat Kursi di pagi hari, niscaya dia dijaga dengannya sampai sore. Dan barangsiapa membacanya disore hari, niscaya dia dijaga dengannya sampai pagi.”

7.      Membaca bacaan berikut:
LAAILAAHAILLALLAAHU WAHDAHULAA SYARIIKALAH. LAHULMULKU WA LAHULHAMDU WAHUWA ‘ALAKULLI SYAIINKODIIR.
Bacaan tersebut dibaca 100 kali sehari, maka faedahnya adalah memerdekakan 10 budak, ditulis bagi pembacanya 100 kebaikan, dihapus darinya sepuluh keburukan, dan dia mendapatkan penjagaan dari setan sehari itu sampai sore.

8.      Wudhu dan Shalat
Kedua hal tersebut merupakan perkara terbesar untuk membentengi diri dari setan, terutama saat diliputi amarah dan syahwat. Maka bila seseorang sedang bergejolak kemarahannya, berwudhulah dan shalatlah, maka kemarahan tersebut akan mereda.

9.      Tidak Berlebihan dalam Pandangan, Bicara, Makan, dan Bergaul.
Seringkali setan dapat menguasai seorang manusia dari keempat pintu tersebut.

Pandangan merupakan pangkal fitnah, berlebihan dalam memandang dapat menimbulkan angan2, sibuk dengannya dan memikirkan cara untuk mendapatkannya.

Sedangkan, berlebihan dalam berbicara juga membuka semua pintu kejahatan bagi setan.Pada sebuah Hadits diceritakan bahwa manusia bisa diseret ke dalam neraka hanya karena buah ucapan mereka sendiri.

Berlebihan makan mendorong berbagai kejahatan. Perut kenyang memberikan kekuatan pada tubuh untuk berbuat maksiat dan memberatkan untuk berbuat baik. Banyak sudah kemaksiatan yang disebabkan perut terlalu kenyang, dan banyak pula ketaatan yang tidak bisa dikerjakan karena rasa malas yang ditimbulkan perut yang kenyang.

Terakhir, berlebihan dalam bergaul dapat menghilangkan nikmat adan menebarkan permusuhan, rasa dengki, iri, dan berbagai penyakit hati lainnya.

10.  Memperbanyak Dzikir pada Allah SWT
Nabi telah menyampaikan lewat Hadits bahwwa seorang hamba hanya bisa menjaga hatinya dari godaan setan dengan berdzikir pada Allah. Jika seorang hamba mengingat Allah, maka setan akan menjauh dan begitu pula sebaliknya.

BAB IV
PENUTUP
Demikian makalah tentang Sejarah dan Kehidupan Jin yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kesimpulan
Bahwasannya Agama Islam itu sudah menjelaskan bahwa Jin itu ada dan keberadaannya ada ditengah-tengah kita, banyaknya interaksi antara manusia dan jin untuk hal-hal yang negatif saat ini sudah meresahkan mengingat banyaknya beban yang ada.

Saran-saran
Dengan lebih meningkatkan ibadah kita, kita akan terhindarkan dari bahaya akan tipu daya dan gangguan Jin, dan semoga dengan adanya makalah ini kita dapat menambah wawasan kita terhadap Jin.

DAFTAR PUSTAKA

http://artikeljin.blogspot.com/2004/10/sejarah-dan-pengaruh-jin-di-dalam.html

http://ita081325537150.wordpress.com/2009/09/30/rahasia-alam-jin-misteri-kehidupan-jin-hakekat-jin-menurut-agama-islam-mengatasi-gangguan-kesurupan-jin/